Gue baru wisuda S2 kurang dari sebulan , hahaha. Akhirnya lulus juga tepat waktu. Rasanya kayak selesai dengerin album Britpop obscure yang cuma 12 orang di dunia yang pernah dengar , terus selesai lagunya … hening . Di kepala gue cuma ada satu pertanyaan , “ Udah selesai ? Terus sekarang gue diapain ?” S2 itu bikin gue terbiasa hidup dengan ritme , kerja , baca jurnal , nulis tugas , debat teori , revisi , revisi literature. Sekarang ? Gue bangun tidur , kerja , ngantor , buka laptop kantor , dan ngerasa kayak lagi jadi cameo di hidup orang lain. Kalau kata riset , S2 itu bikin kita , “ Lebih siap menghadapi dunia profesional .” Iya , siap menghadapi beban kerja orang lain.Karena setelah lulus,dunia nyata gak ngasih silabus , bos gak bikin rubrik penilaian 0 –100, d an networking itu gak kayak tutorial YouTube yang step by step. Yang lebih ngeselin lagi , otak gue masih kecanduan produktivitas palsu , kayak n yari...
“I miss you in waves. And tonight, I’m drowning.” Ada malam-malam di mana kalimat itu tak hanya terasa puitis, tapi real. Malam ketika sunyi menjadi terlalu riuh, dan yang sudah tiada terasa paling hadir. Dia yang dulu tahu isi kepala kita sebelum kita sempat mengucap. Yang tahu suara tawa kita dan juga diam-diamnya luka yang tak pernah kita akui. Yang mengerti, bahkan ketika kita tak menjelaskan apa pun. Lalu dia pergi dan dunia tak lagi terasa utuh. Waktu gak selalu nyembuhin. Orang bilang, waktu akan menyembuhkan segalanya. Tapi siapa yang bisa benar-benar mengukur itu? Kadang waktu hanya memberi jeda. Menambahkan jarak. Membuat kita terbiasa menjalani hari… tanpa kehadiran yang dulu kita anggap akan selalu ada. Kalau lo sampai di tulisan ini karena sedang menahan luka semacam itu, Gue gak akan bilang “sabar ya.” Gue gak akan pakai kata “ikhlas” sebagai obat serba guna. Karena gue tahu, ada kehilangan yang terlalu pribadi untuk dibingkai dengan kalimat umum. Grief tidak perlu dipame...