Tuesday, March 26, 2019
Friday, April 21, 2017
Dia juga Kartini
Friday, March 18, 2016
Pilihan
Itu pulalah yang saya pikirkan ketika harus menyelesaikan skripsi. Pada semester enam, saya berniat untuk dalam waktu 3,5 tahun, karena saya ingin membuktikan kalau saya bisa. Terakhir, ketika saya meminta tanda tangan persetujuan skripsi kepada Dosen Pembimbing, saya disarankan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, saya diminta untuk meningkatkan skor toefl. Tetapi hal tersebut selalu saya tunda. Karena belum menjadi prioritas utama, saat ini.
Setelah saya lulus dari jurusan Sosiologi Universitas Riau, saya bekerja sebagai jurnalis di salah satu media terbesar di Riau. Saya menggenapi cita-cita yang saya tulis dalam kolom pengisian pendaftaran wisuda tanpa sengaja. Sebelumnya, saya juga sempat dipanggil dua media nasional. Namun, saya merasa setiap hal yang saya lakukan, perlu dukungan dan ridho orang tua. Tepatnya, saya gagal meyakinkan orang tua saya. Dan akhirnya tidak memilih kesempatan itu.
Seiring berjalannya waktu, semua atribut yang saya miliki saat kuliah dulu, mengantarkan saya ke RAPP. Dukungan pun mengalir dari keluarga dan teman-teman dekat. Saya pun memilih untuk hidup mandiri di Pangkalan Kerinci. Meskipun saya tahu, ini adalah sesuatu yang baru dan saya harus lebih banyak belajar untuk mengurus diri diri sendiri.
Untuk saat ini, saya ingin menata hidup, belajar dan mengembangkan diri di sini. Terutama, bahasa Inggris yang masih sangat terbatas. Saya ingin bekerja dan belajar dengan bahagia di sini.
Saya berharap, pilihan saya sekarang mengantarkan saya kepada kemenangan kecil maupun kemenangan besar dalam hidup.
SELAMAT HARI BAHAGIA SEDUNIA !
Sunday, March 6, 2016
Sampai di Pangkalan Kerinci
Baiklah.
Mulai Minggu lalu, tepatnya tanggal 28 Februari 2015, saya telah resign dari Tribun Pekanbaru.
Bersama Tribun saya banyak sekali mendapatkan berbagai pelajaran, menanyai orang, memahami sebuah hal, dan tidak lupa menulis. Banyak sekali. Pokoknya saya benar-benar banyak belajar.
Mengapa saya resign? Hhhhm. Sedikit susah dituliskan. Tapi yang jelas, saya ingin mengembangkan karir dan kemampuan saya di perusahaan ini. Bukan saya tidak mengatakan Tribun Pekanbaru karir saya tidak berkembang, sekali lagi di Tribun Pekanbaru saya banyak belajar, mulai sedikit-sedikit menjadi orang yang tidak menutup diri dan bertemu orang-orang yang luar biasa. Tetapi memang, hidup ini pilihan dan di ridhoi oleh Allah dan orang tua. Saya ingin banyak belajar dan berkarir di tempat saya sekarang.
Mulai besok saya akan bergabung dengan salah satu pemberi beasiswa saya dulu, lokasinya di Pangkalan Kerinci. Otomatis, saya harus stay di Pangkalan kerinci. Paling tidak seminggu sekali saya ke Pekanbaru.
Artinya, saya harus pisah dari rumah saya. Dari Abah saya, kakak-kakak saya, abang-abang saya, keponakan-keponakan saya. Sedikit berat, tetapi saya harus ambil kesempatan baik ini. Saya harus merasakan rindu begitu luar biasa dengan orang-orang dirumah saya.
Di sini, saya memang apa-apa sendiri. Ya, makanya mulai masuk mess, dalam pikiran saya "wah, udah harus sendirian"
And, saya harus hidup teratur disini, saya tidak ingin begadang lagi, karena memang Soneta mengatakan Begadang itu tak ada gunanya.
Tuesday, February 23, 2016
Bekerja dengan Tabah
Dua hari ini bagi saya adalah hari yang menggangu. Sampai-sampai saya sedikit tidak fokus untuk menulis. Bahkan, saya sedikit kesal dengan apa yang saya kerjakan.
Sejak pertengahan Agustus 2015 hingga sekarang, saya merasa tertekan, merasa sakit hati. Saya pun yang mempunyai perasaan halus ini memang gampang terbawa perasaan.
Bagaimana tidak, saya yang notabene masih baru dan masih belajar dalam berbagai hal, yang tentu masih banyak kesalahan di sana sini. Saya mengakui saya belum pandai. Tetapi saya seperti dianggap hanya ongkang-ongkang kaki dan tidak maksimal. Seperti hasil pekerjaan saya tidak dihargai.
Apa yang saya dengarkan lansung maupun tidak lansung, dari sejak itu hingga sekarang, saya masih ingat, kata-kata yang seharusnya jangan sampai keluar dari mulut seseorang yang jikalau memang sudah terpelajar, sudah melanglang buana menulis apa saja. Tetapi tidak diiringi dengan komunikasi yang baik. Walaupun sekarang sudah sedikit halus, tetapi tetap sarkas. Tidak perlu saya tuliskan, tetapi kata-kata yang keluar itu, menurut saya tidak pantas.
Banyak yang diam daripada bersuara sih. Bukan takut, hanya saja jika mengungkapkan sia-sia saja.
Yang tabah saja untuk saya dan teman-teman.
Selamat bekerja dengan tabah dan sabar.
Friday, February 12, 2016
Cita-citaku

Sabda Rindunya Glenn Fredly tengah bergema di dalam kamar berwarna biru saya yang tak terlalu besar. Sesekali saya bersin-bersin karena jarang menyapu atau bisa dibilang jarang membersihkan kamar. Sesekali saya juga menarik cairan yang tak begitu banyak mengalir dalam lubang hidung saya yang besarnya tak seberapa.
Saya masih ingat dengan jelas, ketika saya mendaftar untuk Yukdicium eh yudisium dan wis udah eh wisuda di Februari 2014, formulirnya terdapat isian cita-cita. Tanpa pikir panjang, saya menulis WARTAWAN, karena saat itu ada koran didekat saya. Karena sore itu hari terakhir pendaftaran untuk wisuda.
Tuesday, December 29, 2015
Kenangan dengan McDonalds
Salah satu Restoran Cepat saji yang dulunya sangat saya gandrungi makanannya kini kembali hadir di Pekanbaru. Mc Donalds (Mekdi). Ada sebuah fenomena menarik saat restoran ini dibuka pada bulan Desember 2015 ini. Baru saja dibuka, restoran ini sangat banyak dikujungi oleh warga Pekanbaru, yang memang kerap jika ada sebuah restoran baru, warga kota madani nan bertuah ini lansung menyerbu tempat tersebut. Sebab, diduga takut ketinggalan atau bisa juga budaya konsumtif mulai merasuki jiwa warga Pekanbaru, tidak terkecuali saya.
Setiap ada sesuatu yang baru, mereka lansung menyerbu bahkan rela mengantri ber jam-jam untuk mendapatkan makanan yang baru.
Apa Pekanbaru kurang tempat hiburan? Setiap hal yang baru seperti objek wisata, kuliner.
Terlepas dari itu. Saya selalu berdoa makanan fast food ini hadir di kota saya. Walaupun hingga sekarang saya belum makan di sana, hanya makan untuk bawa pulang alias dibungkus. Rasanya sih sama dengan ayam-ayam lainnya. Tidak ada yang berbeda, bagi saya.
Terakhir, Mekdi ini hadir ketika saya masih SMP, antara tahun 2004 atau 2005. Hampir disetiap Sabtu setelah pulang sekolah, saya mampir ke Mekdi bersama teman atau Abah dan Mama saya.
Ayam Mekdi ini juga sampai dibawa ke rumah kakak saya yang saat itu masih tinggal di Perawang. Bahkan, Almarhum Mama saya kalau mau ke Perawang, pasti bawa Mekdi untuk cucunya saat itu. Ingat Mekdi ingat Mama saya, Mama saya waktu itu hanya bisa pergi ke Mekdi karena tidak perlu harus masuk ke dalam tempat perbelanjaan, di tengah kota dan dekat dengan SMP saya dulu di SMPN 13 Pekanbaru. Saya masih ingat beliau memesan empat potong ayam, bagian paha atas plus kentang goreng ukuran jumbo. Saya masih ingat. Ayam itu dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup rapat-rapat sehingga ayamnya tidak peyot ketika sampai di Perawang. Sampai di rumah kakak saya, saya dan ponakan saya lansung melahap dengan nikmat.
Dan sekarang saya Mekdi hadir kembali di Kota saya. Saya sampai sekarang belum membelinya secara lansung, duduk dan menikmatinya, dipastikan saya ke sana dengan suasana yang berbeda dan dengan orang yang berbeda pula.
6 Januari mendatang, tepat 9 tahun jiwa Mama saya pergi dari raganya.
Saturday, December 26, 2015
Tujuan Mariadi Madiah Untuk Revolusi Mental
Sunday, December 20, 2015
Permainan Rakyat Riau yang Nyaris Punah
Ini adalah salah satu permainan rakyat Riau yang saat ini hampir punah. Saya juga baru tahu cara memainkan gasing ketika saya bertemu dengan si pembuat gasing. Begini ceritanya.
Gasing ini dimainkan dengan cara diputar atau dipusingkan dengan bantuan seutas tali yang dililitkan pada bagian atas. Kemudian gasing dijatuhkan ke permukaan tanah sambil diikuti dengan tarikan tali ke belakang, maka gasing tersebut akan jatuh ke tanah dalam keadaan berputar.
Tali yang digunakan adalah tali belati yang panjangnya empat meter. Memainkan gasing harus ditanah, jika tidak poros gasing akan rusak jika dinainkan di medan yang keras seperti semen. Begitulah cara gasing dimainkan.
Rumah panggung bercat kuning itu tampak dari luar terlihat sepi. Ada empat tangga yang terbuat dari kayu jika kita ingin masuk ke dalam rumah tersebut. Di sebelah rumah, ada sebuah warung kecil dengan dua meja yang dijaga oleh lelaki tua, saat itu ia mengenakan celana pendek dan baju dalam saja.
Lelaki tua itu bernama Adri, ia telah puluhan tahun membuat gasing dan juga memainkannya. Ia akan bersedia membuatkan gasing yang bentuknya seperti guci ini jika ada yang memesan.
Harganya tidak terlalu mahal, berkisar Rp 10 ribu hingga Rp 150 ribu, tergantung pesanan. Adri juga dengan senang hati akan mengajarkan cara bermain gasing bagi yang ingin pandai bermain permainan tradisional Riau tersebut.
Namun, saat ini ia mengaku kurang mendapatkan pesanan gasing. Menurutnya, saat ini permainan rakyat tersebut telah kalah dengan permainan modern, misalnya permainan di ponsel pintar.
"Sekarang peminatnya sudah mulai berkurang sejak ada games yang di ponsel dan permainan sekarang seperti mobil remote," tuturnya.
Ia mengakui tahun lalu, ia masih sempat pergi ke kampung halamannya di kota Taluk Kuantan, Kuantan Singingi untuk menjual gasing. Gasing yang ia jual tersebut dijajakan pada saat pagelaran pacu jalur. Namun, hasilnya kurang memuaskan. Maka, ia memutuskan tahun 2015 ia tidak menjual gasing di kota tersebut karena sepi pembeli.
Sekarang pun, tidak ada pesanan dari anak-anak sekeliling rumahnya yang memesan. Walaupun harganya cukup murah, hanya Rp 10 ribu sudah bisa mendapatkan mainan yang bahannya terbuat dari kayu kempas ini. Dan ia pun rela nengajarkan cara bermain gasing kepada anak-anak.
Diakuinya, ia sesekali bermain gasing jika ada waktu senggang. Ketika bermain, ia nengaku ingin mendapatkan kepuasan dari lamanya gasung tersebut berputar. Maksimal, ia bermain dua jam.
"Bermain dua jam itu sudah cukup mengeluarkan keringat. Biasanya mainnya diadu, tetapi sekarang tak ada lawannya. Jadi main sendiri. Kepuasan main ini pas gasing lama berputar. Karena Pas gasing dilempar itu, tak semua bisa berputar lama," ucapnya dengan logat melayu.
Ia mengaku pemainan ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Kalau tidak, menurutnya, lama kelamaan permainan ini akan punah.
"Harapan saya pemerintah bisa melestarikannya. Kalau tidak ini akan punah begitu saja. Padahal ini permainan tradisional Riau," tuturnya.
(berita ini juga ada pada halaman Website Tribun Pekanbaru)
Thursday, December 10, 2015
Mau Apa ?
Sunday, December 6, 2015
Kemana???
Mau kemana lagi ?
Kata-kata yang saat ini selalu ada dalam kepala. Selalu berteriak disaat pikiran suntuk, mumet, tidak bergairah.
Apa ini jalan yang benar? Ladang semangat, bahkan kadang berada di titik terendah.
Kemana??????
Thursday, December 3, 2015
Entah Mana
Saya diantara kebingungan.
Nasihat dan masukan yang saya terima entah mana yang harus saya jalani. Posisinya, entah mana yang benar dan entah mana yang salah.
Bisa saja, jalan yang dituntun oleh orang yang caranya agak nyeleneh dan sedikit kurang ajar, benar dan bisa saja salah.
Bisa saja, jalan yang dituntun oleh orang yang yang sopan santun sophan sopian tersebut salah, tapi bisa saja benar.
Itu yang ada dipikiran saya sekarang.
Saya dihadapkan oleh banyak hal-hal baru yang membuat saya harus memilah, memilih, yang menurut saya benar. Masalahnya, yang jalan mana yang harus saya tuju?
Dari dulu saya seharusnya tak merecoki urusan negara yang sukanya sekongkol ini.
Saya hanya berharap Tuhan selalu menunjukan celah kepada saya ketika ada yang tidak beres. Selalu.
Haduh, maskerku belum kering juga
Sunday, November 22, 2015
Menonton Televisi
Friday, November 20, 2015
Ngeri
Ketidaknyamanan selalu menyertai
Langkahpun ingin rasanya terhenti
Setiap hari ngeri
Pikiran rasanya mati
Sakit hati
Ayo Semangat lagi
Sari
Saturday, November 7, 2015
Seperti Sekolah Dulu
Kemarin adalah saat-saat aku ingin menyerah. Menyerah karena otak serasa semakin mengecil, perasaan semakin sempit, aku seperti susah bernapas. Apa yang dijalani tidak gembira, tidak senang, tidak bahagia. Sehingga langkahku menjadi berat. Terasa seperti saat aku sekolah, ketika tidak memperoleh juara kelas, mamakku tak memperbolehkanku main ke rumah depan. Aku masih ingat, peristiwa itu terjadi di depan jendela rumah lamaku, saat itu aku memakai baju merah putih, menangis di kursi di depan jendela. Ah, kangen mamakku.
Sampai saat aku menulis ini pun, aku masih dalam posisi yang terombang-ambing mengambil keputusan. Apakah lanjut, tertahan, atau putus hubungan, kekecewaan dingin, dan kebisuan kaku dan menciutkan hati dan nyali.
Seperti diserang dementor lagi. Bahkan aku tak tahu kapan akan keluar dari situasi seperti ini. Terima kasih orang-orang yang selalu menyemangatiku, bahkan ketika aku berada di titik lemah. Mengutip kalimat Ariel " Kalian luar biasa,".
Semoga Tuhan selalu bersama saya di setiap langkah saya. Menuntun ke arah yang baik dan melancarkan semua.
Tuesday, October 27, 2015
さようなら
Mereka Dari TV Tokyo. Salah Satu TV Swasta di Jepang.
Kita kembali bersua dengan suasana berbeda.