Showing posts with label jalan-jalan. Show all posts
Showing posts with label jalan-jalan. Show all posts

Tuesday, December 29, 2015

Kenangan dengan McDonalds

Why So Happy Meal?

Salah satu Restoran Cepat saji yang dulunya sangat saya gandrungi makanannya kini kembali hadir di Pekanbaru. Mc Donalds (Mekdi). Ada sebuah fenomena menarik saat restoran ini dibuka pada bulan Desember 2015 ini. Baru saja dibuka, restoran ini sangat banyak dikujungi oleh warga Pekanbaru, yang memang kerap jika ada sebuah restoran baru, warga kota madani nan bertuah ini lansung menyerbu tempat tersebut. Sebab, diduga takut ketinggalan atau bisa juga budaya konsumtif mulai merasuki jiwa warga Pekanbaru, tidak terkecuali saya.
Setiap ada sesuatu yang baru, mereka lansung menyerbu bahkan rela mengantri ber jam-jam untuk mendapatkan makanan yang baru. 

Apa Pekanbaru kurang tempat hiburan? Setiap hal yang baru seperti objek wisata, kuliner.
Atau ini sebuah globalisasi budaya yang sekarang merasuki pola gaya hidup bahkan selera makan warga Pekanbaru? atau warga Pekanbaru saat ini bukan mementingkan rasa? atau hanya mementingkan gaya?  atau bahkan label atau status? atau suka dengan sesuatu yang praktis? atau warga Pekanbaru sudah jenuh dengan restoran cepat saji lain ?

Terlepas dari itu. Saya selalu berdoa makanan fast food ini hadir di kota saya. Walaupun hingga sekarang saya belum makan di sana, hanya makan untuk bawa pulang alias dibungkus. Rasanya sih sama dengan ayam-ayam lainnya. Tidak ada yang berbeda, bagi saya.

Terakhir, Mekdi ini hadir ketika saya masih SMP, antara tahun 2004 atau 2005. Hampir disetiap Sabtu setelah pulang sekolah, saya mampir ke Mekdi bersama teman atau Abah dan Mama saya. 

Ayam Mekdi ini juga sampai dibawa ke rumah kakak saya yang saat itu masih tinggal di Perawang. Bahkan, Almarhum Mama saya kalau mau ke Perawang, pasti bawa Mekdi untuk cucunya saat itu. Ingat Mekdi ingat Mama saya, Mama saya waktu itu hanya bisa pergi ke Mekdi karena tidak perlu harus masuk ke dalam tempat perbelanjaan, di tengah kota dan dekat dengan SMP saya dulu di SMPN 13 Pekanbaru. Saya masih ingat beliau memesan empat potong ayam, bagian paha atas plus kentang goreng ukuran jumbo. Saya masih ingat. Ayam itu dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup rapat-rapat sehingga ayamnya tidak peyot ketika sampai di Perawang. Sampai di rumah kakak saya, saya dan ponakan saya lansung melahap dengan nikmat. 

Dan sekarang saya Mekdi hadir kembali di Kota saya. Saya sampai sekarang belum membelinya secara lansung, duduk dan menikmatinya, dipastikan saya ke sana dengan suasana yang berbeda dan dengan orang yang berbeda pula.

6 Januari mendatang, tepat 9 tahun jiwa Mama saya pergi dari raganya.




Share:

Saturday, December 26, 2015

Tujuan Mariadi Madiah Untuk Revolusi Mental

Mariadi Madiah, pemuda asal Deli Serdang ini telah berkeliling Indonesia dari Sabang Sampai Merauke sejak 15 Februari 2015 lalu. Tujuannya mengelilingi Indonesia dengan sepeda untuk mengkampanyekan Revolusi Mental. Ia sempat bercerita pengalamannya kepada saya saat sampai di Pekanbaru setelah dari Jambi.

Cuaca Pekanbaru yang terik tak mengurangi semangat bersepeda Mardiah. Saat saya temui di Rumbai Futsal, tempat ia bersama pesepeda di Pekanbaru berisitirahat, ia bercerita telah mengelilingi Pekanbaru.. Mantan atlet lari ini mengatakan jalanan di Pekanbaru cukup bagus dan sudah ada jalur sepeda. 

"Sambutan para pesepeda di sini luar biasa. Saya sampainya Selasa malam lalu, lansung di sambut dengan gembira sama pesepeda Pekanbaru yang dulu sempat bertemu di Malaysia saat mereka mengelilingi ASEAN. Luar Biasa," katanya.

Saat itu ia masih berpakaian lengkap pesepeda, seperti baju bersepeda, sarung tangan, kacamata sport dan sepatu olahraga. ia menceritakan, sejak 15 Februari 2015 lalu iia telah mulai berkeliling Indonesia. Mulai dari Sabang , kemudian melewati pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tengga, Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan. Tujuannya sederhana, ingin mengkampanyekan Revolusi Mental. Revolusi hidup sehat dan mengurangi polusi.

Diakuinya ia ingin mengajak masyarakat untuk hidup sehat dengan bersepeda dan juga mengajak mengurangi polusi asap. Lewat hobi bersepeda inilah cara yang ia pilih.

"Karena kita punya cara yang berbeda. Dengan apapun kita bisa kampanyekan hidup sehat dan membantu mengurangi polusi. Karena saya hobi bersepeda, lewat cara inilah saya berkampanye," ucapnya.

Perjalanan yang ia lakukan tidaklah mudah. Selama berbulan-bulan lamanya, ia banyak menghadapi rintangan pada setiap perjalanannya. Bahkan, saat mendaki gunung Bromo, ia harus berhadapan dengan suhu sekitar 5 derajat celcius.

"Rintangannya banyak. Pecah ban di jalan misalnya. Tapi, Alhamdulillah saya telah mempersiapkan semuanya, seperti sediakan ban serap dan pompa. Tapi saya pernah sempat khawatir saat mendaki gunung Bromo dengan sepeda saya. Waktu itu, saya harus berkemah sebelum mendaki gunung, sendirian. Suhu di sana mencapai 5 derajat celcius. Saya khawatir terjadi apa-apa. Di sana dingin sekali. Saya akhirnya memilih untuk merebus air pakai kompor portabel saya untuk menghangatkan diri sambil berdoa untuk keselamatan saya. Alhamdulillah saya tidak apa-apa. Dari segi menginap pun, di beberapa kota saya harus menginap di Polsek, demi alasan keselamatan," katanya.

Tidak hanya itu, ia sempat merasakan gempa Sorong yang berkekuatan 6.8 skala richter sehari setelah Idul Adha. Saat itu, ia menginap di rumah kepala Bea Cukai di sana. Saat gempa terjadi, ia bahkan hampir saja tidak dapat keluar dari rumah tersebut.

"Saat gempa mati lampu, saya coba keluar, kuncinya patah, saya usaha terus mencongker kuncinya, Alhamdulillah saya bisa keluar," ucapnya.

Dari perjalanan yang ia lakukan hampir satu tahun ini, ia banyak belajar tentang Indonesia. Ia mengakui jika warga negara Indonesia ramah dan baik. 

"Budaya di setiap daerah berbeda-beda. Yang paling mengesankan itu, di Papua. Mereka sangat kental dengan adat istiadat mereka. Mereka punya salam tersendiri, orang baru harus menarik jari tangan warga setempat. Caranya, menjepit satu buah jari warga setempat," katanya.

Ia berharap, dengan cara yang ia lakukan, banyak warga yang terinspirasi untuk hidup sehat dan mengurangi polusi. Sebab, hidup sehat tersebut harus dilakukan dari sekarang agar terhindar dari berbagai penyakit.

"Saat ini polusi udara sangat banyak. Hampir sebagian warga Indonesia menggunakan sepeda motor. Demi menjaga bumi kita, kita harus mengurangi polusi tersebut dengan cara bersepeda," katanya.

Share:

Friday, October 2, 2015

Keindahan Pekanbaru dari Lantai 12

Aku menarik gas motor tua Abahku menuju tempat tertinggi di Pekanbaru, The Peak hotel. Jaraknya sekitar 800 meter dari rumahku. Lokasinya berada di Jalan Ahmad Yani.
Sampai di parkir basement aku diberi karcis parkir oleh petugas. Basement Terlihat kecil, tapi ternyata besar, bisa menampung 250 kendaraan roda empat. Tak jauh dari parkir, aku ingin menuju lantai 12 , tempat dimana aku akan mewawancarai Pak Deki, Marketing di sana. Aku menekan tombol lift tepat di angka 12. Seperti naik lift biasa, hanya saja tak terasa lama dan guncangannya. 

Tiba di lantai 12. Sepi. Aku tak ingin memikirkan apa-apa. Pria berkacamata itu yang memakai baju batik coklat telah menungguku. Dia bernama Pak Deki. Sebelumnya aku disapa dengan ramah oleh waiters disana, mereka suka Senyum. Kemudian kami masuk untuk mengobrol keperluan kerjaan. ....
Kami memilih duduk di dalam ruangan karena di luar masih asap. Duduk di sofa berwarn hitam. Minum teh panas. Kemudian aku mulai bekerja.

Saat berbicara dengan Pak Deki, Bola mataku tak henti-hentinya melihat keluar karena ingin melihat pemandangan yang bagus di Kotaku, walaupun saat ini yang tengah diperkosa kabut asap.
Ketika diberikan kesempatan untuk berjalan-jalan keluar, aku melihat sekelompok pemuda dan beberapa pasangan duduk menikmati pemandangan kota yang indah. Terdengar alunan gitar dan biola dua pemusik, aku tidak tahu lagunya tetapi terdengar syahdu ditelinga. Mereka memainkan alat musim di kebun yang hijau yang tak jauh dari pagar. 

Aku mendekati pagar, aku disuguhkan pemandangan Pekanbaru yang sebelumnya belum pernah aku lihat. Aku ingin berteriak, melepaskan suara keras-keras. Tapi ta bisa harus menjaga perilakuku.
"Cukup keren," kataku dalam hati. Aku lansung ditawari untuk mengambil gambar oleh Pak Deki. Aku melihat sekeliling. Di depanku ada menara Bank Riau Kepri yang tak kunjung dihuni. Gelap.
"Atap Sky Garden ini menyusun konsep kapal. Owner di sini terinspirasi kapal lancang kuning. Kalau dari jauh akan kelihata . Musiknya juga musik melayu karena disini harusnya melayu menjadi tuan rumah," ujar Pak deki sambil menunjuk atapnya.
Di sana juga disuguhkan laksa Singapura yang rasanya beda, mungkin di Pekanbaru hanya di Sky Garden rasanya pas. Begitulah Pak Deki menjelaskan.
Kerlap kerlip lampu dari kendaraan, hiasan, lampu jalanlah yang membuat pemandangan Indah. Kalau saja saat itu listrik padam. Mungkin hanya gelap yang terlihat. Sky Garden menyuguhkan tempat yang nyaman sambil memandangi kota ini dari atas langit. Kita bisa menggelar gelak tawa canda bahagia di sana. Di sana merasakan seperti berada di udara tanpa rasa takut, malah bahagia.
Aku sempat berdiskusi dengan Pak Deki tentang pariwisata di Pekanbaru, tapi nanti saja aku tulis. Aku ingin mengingat kita (?).
Share:

Monday, July 27, 2015

Penyebab Harga Makanan di Bandara Gak Manusiawi

Beberapa hari belakangan, saya sering bolak balik bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, menjalankan tugas demi membiayai kelakuan sehari-hari. Tak jarang saya juga sering jajan makanan di bandara yang kadang harganya gak manusiawi. Muahal.

Pernah sekali setelah saya makan, saya sampai bilang "oke ini yang terakhir makan disini". Ada lagi waktu itu saya duduk di lantai dua, pesan lemon tea, eh taunya dikasih teh sama jeruk nipis, bukan lemon. Anjrit. Oke itu yang terakhir minum di situ. 

Terus, saya juga pernah beli koran harian, harganya ditambah Rp1.000 dari harga normal. Terus di hekter lagi. Besar pula. Nanti bisa-bisa melukai kuku cantik saya . Hahahahahahah. Agak geli kalau dibaca ya.
Saya bertanya-tanya kenapa ya belanja di bandara mahal-mahal? Lalu saya browsing dengan perasaan yang menggebu-gebu, satu demi satu saya cek website-website dan akhirnya ketemu.

Dilansir dari portal Banjarmasin Post, Mantan Direktur Angkasa Pura  II yang namanya Pak Eddi bilang kalau pendapatan Angkasa Pura menurun hingga 50 persen. Selain itu juga bisnis navigasi sedang bergeser "kebawah". Hal inilah yang membuat harga dibandara gak manusiawi.

Selain itu harga sewanya juga gak mainstrem seperti di pasar tradisional, modern atau pasar kaget. Harga sewa bandara antimainstream, lebih mahal.

Tapi ada orang di Jepang dari TV Tokyo, di sana ada bandaranya yang harganya sama dengan harga yang di luar. Itu kata orang-orang ya, saya belum pernah ke sana. Semoga bisa yaaaaaa. Tolong siapa pun ajak saya liburan gratis ke Jepang. Pengen ke Gozaru-gozaru, ada Ninja Hattori atau ke desa Konoha tempatnya Naruto.
Tapi kalau sewanya di bandara murah, mungkin ampera-ampera banyak ya, kayak di pasar Bukittinggi itu. Hahaha.

Dibawah ini penampakan TEH JERUK NIPIS

Share:

Friday, August 22, 2014

Hutan Taman Nasional Tesso Nilo


 Ketika bongkar-bongkar file video, saya menemukan video diatas. Satu kata "berkesan".

Ada yang menarik dari sebuah perjalanan dan mendatangi sebuah tempat dengan nama yang sebelumnya tidak pernah kita tahu, kita dengar,kita baca. Pertama, sebagai makhluk, manusia senantiasa ingin menjadi berbeda meskipun dalam kenyataannya masih ada persamaan. Kedua, perasaan pada akhirnya memberikan gairah yang lebih membebaskan diri dari kehidupan yang lurus-lurus saja. 

Ada yang lebih dalam dari itu. Tahun lalu saya mendatangi sebuah tempat bernama  Hutan Taman Nasional Tesso Nilo, selain untuk kepentingan kuliah, saya juga ingin melakukan wisata yang biasanya saya sebut perjalanan yang sangat singkat untuk meringkankan pikiran yang berbau akademis. Sebuah lokasi dalam peta yang terletak di Provinsi Riau, terbentang diempat kabupaten yaitu Pelalawan, Indragiri Hulu, Kuantan Singingi dan Kampar. Hutan Taman Nasional Tesso Nilo menurut dosen saya adalah salah satu kawasan blok hutan dataran rendah yang masih tersisa di Sumatera. Hutan ini mengalami penyusutan sekitar 64 persen yang diduga dari pembakaran hutan, pembalakan liar dan perluasan lahan sawit.  Disini kita bisa melihat eksotisme gajah yang menjadi ikon Taman Nasional Tesso Nilo. 

Berwisata ke Hutan mungkin suatu hal yang baru. Tetapi tidak ada salahnya mencoba. Mencapai kesana hanya ada satu cara, hanya jalan darat. Dari Kota Pekanbaru sekitar 4 jam. Sebelum sampai kesana, harus sabar dan menikmati perjalanan yang tidak biasa, jalanan belum diaspal dan kotoran gajah dimana-mana. Selain itu, matahari mambakar kulit dan mendesak tenggorokan.  Mesti penuh kehati-hatian dalam menyetir karena gajah bisa saja lewat atau kejatuhan ranting pohon. Di areal hutan itu juga ada WWF yang akan dengan senang hati menjadi “tour Guide”. Kita bisa bermain dengan gajah flying squad sambil berpatroli di Hutan Taman Nasional Tesso Nilo, memandikan dan memberi makan gajah dan anak-anaknya atau berjalan menyusuri trek wisata (jungle Tracking) di Hutan Taman Nasional Tesso Nilo sambil melacak tanda-tanda keberadaan satwa liar dan melihat-lihat pohon-pohon yang menjulang tinggi adalah kegiatan yang seru. Karena kita belum tentu bisa melakukannya di tempat lain. Tetapi yang tidak kalah seru adalah masuk ke hutan yang terdapat Harimau Sumatra. Pada siang hari, kita tidak akan bisa menemui harimau Sumatra, pihak pengelola mengatakan jika ingin melihat harimau, kita bisa melihatnya pada malam hari. Sayang, kala itu waktu sudah dibagi. Tidak semuanya dijelajahi di Tesso Nilo. Yang membuat saya terkagum, saya melihat sungai Nilo sendiri dengan tanah yang putih, selama ini saya hanya melihat pasir pantai yang putih.  Masuk Hutan memiliki rasa tersendiri, merasakan alam bebas. Udara
segar hutan sangat beda di gunung, di dalam hutan matahari tidak terasa begitu
terik, udara terasa begitu sejuk.  Mengenal tanaman-tanaman yang belum pernah kita tahu, burung-burung yang langka, kita bisa lihat di sana. 



Selalu ada perasaan yang sama persis setiap saya menginjak tempat bernama asing di telinga. Semacam ada kalimat yang mengapung di kepala yang berbunyi “oh, ternyata ada juga kehidupan disini”.

Wisata ke Hutan Taman Nasional Tesso Nilo sudah sarankan oleh pemerintah. Pihak pengelola mengatakan bahwa yang datang ke Hutan Taman Nasional Tesso Nilo ini kebanyakan dari warga asing, sedikit sekali dari orang-orang Indonesia. 

Berwisata kehutan memang tidak biasa, kita memang tidak bisa menemukan orang berjualan souvenir, berjualan makanan, tetapi kita menemukan sebuah ketenangan, ketenangan yang tidak dapat kita dapatkan di kehidupan kota bising dan polusi sekaligus kita bisa lansung berinteraksi dengan alam . Kita bisa menyadari bahwa apa yang kita berikan Tuhan kepada kita harus dijaga dan disyukuri. 
“just living there, in that special moment, in that special place”.

Share: