Mariadi Madiah, pemuda asal Deli Serdang ini telah berkeliling Indonesia dari Sabang Sampai Merauke sejak 15 Februari 2015 lalu. Tujuannya mengelilingi Indonesia dengan sepeda untuk mengkampanyekan Revolusi Mental. Ia sempat bercerita pengalamannya kepada saya saat sampai di Pekanbaru setelah dari Jambi.
Cuaca Pekanbaru yang terik tak mengurangi semangat bersepeda Mardiah. Saat saya temui di Rumbai Futsal, tempat ia bersama pesepeda di Pekanbaru berisitirahat, ia bercerita telah mengelilingi Pekanbaru.. Mantan atlet lari ini mengatakan jalanan di Pekanbaru cukup bagus dan sudah ada jalur sepeda.
"Sambutan para pesepeda di sini luar biasa. Saya sampainya Selasa malam lalu, lansung di sambut dengan gembira sama pesepeda Pekanbaru yang dulu sempat bertemu di Malaysia saat mereka mengelilingi ASEAN. Luar Biasa," katanya.
Saat itu ia masih berpakaian lengkap pesepeda, seperti baju bersepeda, sarung tangan, kacamata sport dan sepatu olahraga. ia menceritakan, sejak 15 Februari 2015 lalu iia telah mulai berkeliling Indonesia. Mulai dari Sabang , kemudian melewati pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tengga, Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan. Tujuannya sederhana, ingin mengkampanyekan Revolusi Mental. Revolusi hidup sehat dan mengurangi polusi.
Diakuinya ia ingin mengajak masyarakat untuk hidup sehat dengan bersepeda dan juga mengajak mengurangi polusi asap. Lewat hobi bersepeda inilah cara yang ia pilih.
"Karena kita punya cara yang berbeda. Dengan apapun kita bisa kampanyekan hidup sehat dan membantu mengurangi polusi. Karena saya hobi bersepeda, lewat cara inilah saya berkampanye," ucapnya.
Perjalanan yang ia lakukan tidaklah mudah. Selama berbulan-bulan lamanya, ia banyak menghadapi rintangan pada setiap perjalanannya. Bahkan, saat mendaki gunung Bromo, ia harus berhadapan dengan suhu sekitar 5 derajat celcius.
"Rintangannya banyak. Pecah ban di jalan misalnya. Tapi, Alhamdulillah saya telah mempersiapkan semuanya, seperti sediakan ban serap dan pompa. Tapi saya pernah sempat khawatir saat mendaki gunung Bromo dengan sepeda saya. Waktu itu, saya harus berkemah sebelum mendaki gunung, sendirian. Suhu di sana mencapai 5 derajat celcius. Saya khawatir terjadi apa-apa. Di sana dingin sekali. Saya akhirnya memilih untuk merebus air pakai kompor portabel saya untuk menghangatkan diri sambil berdoa untuk keselamatan saya. Alhamdulillah saya tidak apa-apa. Dari segi menginap pun, di beberapa kota saya harus menginap di Polsek, demi alasan keselamatan," katanya.
Tidak hanya itu, ia sempat merasakan gempa Sorong yang berkekuatan 6.8 skala richter sehari setelah Idul Adha. Saat itu, ia menginap di rumah kepala Bea Cukai di sana. Saat gempa terjadi, ia bahkan hampir saja tidak dapat keluar dari rumah tersebut.
"Saat gempa mati lampu, saya coba keluar, kuncinya patah, saya usaha terus mencongker kuncinya, Alhamdulillah saya bisa keluar," ucapnya.
Dari perjalanan yang ia lakukan hampir satu tahun ini, ia banyak belajar tentang Indonesia. Ia mengakui jika warga negara Indonesia ramah dan baik.
"Budaya di setiap daerah berbeda-beda. Yang paling mengesankan itu, di Papua. Mereka sangat kental dengan adat istiadat mereka. Mereka punya salam tersendiri, orang baru harus menarik jari tangan warga setempat. Caranya, menjepit satu buah jari warga setempat," katanya.
Ia berharap, dengan cara yang ia lakukan, banyak warga yang terinspirasi untuk hidup sehat dan mengurangi polusi. Sebab, hidup sehat tersebut harus dilakukan dari sekarang agar terhindar dari berbagai penyakit.
"Saat ini polusi udara sangat banyak. Hampir sebagian warga Indonesia menggunakan sepeda motor. Demi menjaga bumi kita, kita harus mengurangi polusi tersebut dengan cara bersepeda," katanya.
Comments
Post a Comment