Showing posts with label Lagi bener. Show all posts
Showing posts with label Lagi bener. Show all posts

Tuesday, June 6, 2023

Badminton, Nostalgia '90an, dan Iqbaal Ramadhan: Sebuah Perjalanan dari Kegelisahan Menuju Kepuasan Hati

Bored, down, and feeling like life's a hot mess? Salah satu cara kita keluar dari kondisi mental yang sedang down adalah mencari hal-hal baru yang membuat kita senang.
Sejak 2021, saya menggunakan cara ini supaya menjadi selalu waras.

It's the chaotic year of 2021, and the darn pandemic has got everyone going bonkers, including yours truly. With lockdowns keeping us cooped up, life started off all hunky-dory, but soon enough, it became as dull as dishwater. 

Kemudian mulai berpikir untuk mencari formula yang tepat untuk mengusir semua perasaan dan pikiran yang kacau ini. Secara tidak sengaja, saat itu saya sedang isolasi mandiri karena ada kontak dengan rekan kerja yang terjangkit virus (thanks to a brush with the Voldemort virus – shh, don't mention its name) ini, saya menonton Olimpiade badminton. Ceritanya ada di sini sebelumnya.

Sejak itu, saya menjadi aktif bermain badminton hingga sekarang. Di tempat kerja, ada turnamen antar karyawan, saya pun bisa meraih runner up women double under 30 bersama rekan saya dari Supply Chain Management, Karina Sebayang. Hahahahah.

Nah, kondisi yang sama terjadi lagi, saya telah bermain badminton, namun ternyata, ada suatu keadaan dimana saya down kembali. Memang hidup up and down ya, tetapi kali ini saya pikir dengan bermain badminton bisa tetap membuat keadaan saya baik-baik saja.

Sambil memikirkan bagaimana mengembalikan kondisi saat itu, saya mulai menonton youtube, the legendary Vindest channel! I've been a die-hard fan of Vincent Desta since the days when I religiously watched cartoons every Saturday morning, chuckling away like a maniac.

Ada part tentang Iqbaal Ramadhan. Saya tahu Iqbaal ini waktu film Dilan, bahkan saat itu saya ingin keluar di tengah film karena kurang cocok dengan saya, namun tetap bertahan karena berlindung dibawah naungan kebersamaan bersama teman-teman. 

Generasi saya sangat menyukai Iqbaal Ramadhan, tetapi saya bahkan tidak tahu Iqbaal itu siapa sih. Hahahah

Saya penasaran, ternyata Iqbaal adalah salah satu personil Coboy Junior/CJR yang nyanyi EAA EAA itu. Astaga, sebelumnya saya tahu lagunya, tetapi gak tahu siapa yang nyanyi, karena tidak nonton dahsyat, inbox atau variety show karena sibuk menuntut Ilmu, halaaaah. Ini beneran, karena pada masa itu, saya banyak skip apa yang terjadi di TV. 

But wait, it gets even better. I stumbled upon a Vindest video featuring Iqbaal, and boy, was it a riot! They went on a nostalgic trip down memory lane, reminiscing about the '90s. Absolute gold, I tell ya!

Sejak saat itu, saya menikmati karya-karya Iqbaal, tapi cuma satu, film-film Dilan masih belum bisa saya cerna dengan baik. Saya kulik-kulik deh karyanya. Di Svmmerdose, karyanya juga bagus.

Menurut saya, Iqbaal saat ini tengah membangun personal branding di usia 20an-nya. Bbukan seorang personil Coboy Junior atau Iqbaal seorang Dilan. Melainkan Iqbaal Ramadhan. 

Iqbaal saat ini ingin mencoba sebagai Iqbaal yang dewasa. Mulai dari ia seorang aktor, dan penikmat '90s. Ini mengingatkan dengan salah satu idola saya, Harry Styles. Setelah One Direction hiatus, Harry mulai membentuk personal branding yang baru. Seorang penyanyi solo dengan karya yang bagus, aktor yang bagus dan dengan selera fashion yang unik. 

Bukan berarti membandingkan, (saya bisa diamuk fans Iqbaal, fans Iqbaal udah kayak kpopers, saya takuuut). Tapi apa yang dilakukan Iqbaal adalah salah satu hal yang keren banget. 

Dengan menikmati karya Iqbaal, secara tidak langsung bisa kembali sedikit demi sedikit bisa kembali menikmati hidup tanpa berbagai hal yang menggangu hati dan pikiran.

Satu hal yang saya bisa ambil pelajaran hidup dari Iqbaal adalah dia tidak membicarakan sukses di masa kecilnya, namun fokus dengan masa depannya. You only live your life itu selalu sekarang, you don't live your life yesterday. Tapi kalau kita hari ini terus dibicarain waktu dulu, nostalgia. Then you’re living the past. Sementara yang hari ini sudah hilang. Then you are not achieve anything .
Share:

Friday, March 17, 2023

Pindah Kamar Baru: Petualangan Lucu Mencari 'Space' di Antara 6 Kardus dan Fakir Wifi!

Hampir satu bulan saya pindah ke kamar baru. Ruanganya tidak terlalu besar, cukup untuk sendiri dan barang-barang saya (sebenarnya tidak, karena ada 6 kardus dikirim ke rumah, karena barangnya tidak digunakan). FYI, perusahaan tempat saya bekerja memang menyediakan fasilitas seperti mess untuk karyawannya. Sangat nyaman, karena semuanya ada dan gratis. Awalnya saya hanya membawa 1 koper baju hehehe.

Kamar sebelumnya sangat nyaman, sharing dengan roommate, luas dan wifinya nyampe. Jika dibandingkan dengan kamar saya sekarang, kamar single, tidak terlalu luas, wifinya tidak nyampe (Sekarang jadi fakir wifi), beberapa minggu ini saya bangunnya telat tidak seperti biasanya, tapi saya cukup happy di sini, lebih berasa me time, overthinking, bermain musik, mungkin ada rencana saya akan bikin konten.

Sebenarnya, udah lama pengen pindah ke kamar single, cuma saya selalu overthinking:
  1. "Apakah nanti barang-barang saya muat?"
  2. "Apakah saya akan nyaman nantinya di kamar baru?"
  3. "Apakah nanti roomate saya tersinggung ketika saya pindah kamar, padahal kan tidak ada konflik?"
Pertanyaan-pertanyaan itu ternyata terlalu lama dipikiran saya, keraguan-keraguan dari pertanyaan itu tidak membuat pindah-pindah, padahal ingin. Yup, memang, saya penuh dengan pertimbangan. 

Kemudian tibalah e-mail dari Housing HRD saya yang berisi relokasi kamar. Saya tanpa basa-basi langsung dengan senang membalas email dengan "Kapan saya bisa pindah?" tanpa pikir panjang. 

Saya memberitahu roomate jika saya ingin pindah. Dan ternyata diluar prediksi BMKG, roomate saya fine-fine saja (mungkin dalam hati, akhirnya aku sendiriaaaan, hahah candaaa). Point nomor 3 hanya ada di dalam pikiran.

Saat packing pun saya dilanda demam dan flu berat, tapi tetap semangat karena akan pindah ke kamar yang baru. Satu per satu barang-barang dimasukkan ke dalam kotak, menemukan-menemukan barang sentimetal di masa lalu. Terutama tiket bioskop, sampe saya menghitung sudah berapa kali kita nonton film, tiket-tiket nonton IBL, hal-hal kecil tersebut banyak menyimpan kenangan dan kadang, saya simpan walau sudah tak lagi bersamanya. Halaaah

Proses pindah ini cukup melelahkan raga, saya akhirnya tahu, saya punya apa saja di kamar. Terlalu banyak, dan memutuskan untuk mensortir apa yang saya butuhkan saja karena di kamar baru space nya amat sangat terbatas, mungkin 2x lebih kecil dari kamar saya sebelumnya. 

Pindahan dibantu oleh 3 orang yang sangat mau direpotin, sobat olahraga, roomate dan kepala divisi transportasi di kantor, alias driver kantor. Dan akhirnya setelah 3 hari, bisa tidur di kamar baru. 

Ternyata tidak seburuk apa yang saya pikirkan. Nyaman-nyaman saja. Pertanyaan-pertanyaan sebelumnya tidak terbukti. 

Jadi, kalau dipikir-pikir, saya pindah hanya butuh suasana baru, lebih privasi dan pertanyaan-pertanyaan apa yang ada dikepala sudah ada jawabannya.

Saya jadi belajar banyak hal dalam hal perpindahan ini:
  1. Pertanyaan yang belum ada jawabannya terkadang ditemukan ketika mencobanya
  2. Jangan kebanyakan pertimbangan, kelamaan, jadinya gak kemana-mana
  3. Saya jadi banyak melakukan hal yang bermanfaat, menulis, bermain musik, dan hal-hal positif lainnya.
Semoga vibes ini masih terus berlanjut sampi saya menjadi manusia setengah salmon ya. hehehe

*menarik juga dibikin dokumenter tentang perpindahan ya. Nantilah kalau kamarnya udah jadi kayak di pinterest-pinterest


Share:

Sunday, March 12, 2023

Kelola Emosi dengan Gaya Unik ala Power Ranger!

Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan kabar yang kurang baik. Kali ini saya reaksinya sedikit berbeda dari biasanya. Saya berhasil mengelola emosi saya dengan baik yang biasanya saya langsung terpapar energi negative. Tetapi kali, reaksi saya lebih baik daripada sebelumnya.

Saya jadi sadar, semua ini adalah hasil dari belajar mengenai aksi dan reaksi, ceramah-ceramah kehidupan, baca buku self improvement

Secara tidak langsung, saya menerapkan apa yang saya lihat, dengar, rasakan (waduh, kayak lagu Sheila on 7 ya). Jika mendengarkan sebuah berita atau informasi, pilihan itu ada di diri saya sendiri dalam memilih, apa mau baik, apa mau buruk. Selalu ada sisi siang, ada sisi malam. Ada sis baik, ada sisi buruk. ada hitam, ada putih. Ada tinggi, ada pendek. Ada bagus, ada jelek. Ada orang kerap hanya melihat sisi buram, ada yang selalu melihat sisi optimis.

Ya benar, Dunia memang tak adil. Bahkan, sehebat-hebatnya pencipta lagu, pasti kalah tenar dibanding penciptanya.
Hai-hai teman-teman! Siapa nih yang pernah dapet kabar kurang baik? Pasti kita semua pernah mengalaminya. Nah, beberapa hari yang lalu, aku juga mendapat kabar yang bikin sedikit down. Tapi kali ini, reaksiku beda banget dari biasanya, loh! Aku berhasil mengelola emosiku dengan baik, yang biasanya langsung terpapar energi negatif. Hebatnya lagi, reaksiku jauh lebih keren daripada sebelumnya!

Ketika aku memikirkan hal ini, aku jadi sadar satu hal penting, yaitu belajar tentang aksi dan reaksi. Jadi, aku rajin banget dengerin ceramah-ceramah kehidupan dan baca buku-buku self-improvement. Gak nyangka, ternyata tanpa sadar, aku udah menerapkan apa yang aku lihat, dengar, dan rasakan. (Eh, kaya lagunya Sheila on 7 ya, guys!) Ketika kita mendengar berita atau informasi, sebenernya kita punya pilihan dalam memilih apakah mau ngambil yang baik atau yang buruk. Hidup ini kayak matahari dan bulan, ada sisi siang dan sisi malam, ada sisi baik dan sisi buruk, ada hitam dan putih, ada yang tinggi dan yang pendek, ada yang bagus dan yang jelek. Dan gak jarang ada orang yang suka melihat segalanya buram, tapi ada juga yang selalu melihat sisi optimis dari segala situasi.

Tau gak, dunia ini emang gak adil, guys! Bahkan, sehebat apapun pencipta lagu, pasti kurang tenar dibanding yang mempopulerkannya. Kayak Beyoncé aja, dia sehebat itu tapi tetep aja gak sepopuler penjual hot dog di depan konsernya.

Dari kabar yang aku terima, aku juga sadar bahwa gak semua orang butuh kita cuma buat mencapai tujuan mereka sendiri. Yang penting adalah kita harus cari orang-orang yang bener-bener mempersiapkan kita untuk masa depan yang cerah. Ya, memang Tuhan menciptakan manusia dengan perbedaan yang unik.

Lalu, apakah semua ini bikin aku down? Tentu gak, guys! Sekarang, yang aku butuhkan cuma stimulus yang berbeda aja. Coba bayangin, kita bisa jadi kayak Power Rangers yang selalu siap tempur dan menghadapi segala masalah dengan semangat tinggi! Go go power ranger!

Jadi, teman-teman, yuk kita kelola emosi kita dengan gaya unik kita sendiri. Ingat, kita punya kekuatan untuk menghadapi kabar-kabar kurang baik dengan kepala tegak dan senyum lebar. Dalam hidup ini, apa pun yang terjadi, kita bisa menjadi pahlawan yang bisa mengubah dunia sekaligus membuatnya tertawa. Teruslah bersemangat dan jangan lupa, kita semua bisa jadi Power Rangers versi kita sendiri!







Share:

Wednesday, January 18, 2023

Cara Selesaikan Masalah Dalam Hidup

Kita pernah merasakan diri kita hancur berkeping-keping, pernah merasa kosong, pernah kehilangan arah, pernah patah hati. Namun, hidup harus terus berjalan dan terkadang membawa kita lebih jauh tanpa sadar.

Biasanya, go into survival mode and Safe Mode with limited capability and access. Untuk itu, saya menyelami diri sendiri - introspeksi dan menganalisis diri.

Saya menulis keresahan tersebut. Menulis point demi point. Secara spesifik. Kemudian menuliskan solusinya. Kadang-kadang saya bahkan tidak menemukan jawabannya. 

Tak jarang, saya juga memikirkan hal-hal yang membuat saya senang. Pandji Pragiwaksono pernah bilang kalau kita bisa ngelewatin masalah-masalah hidup  yang berat karena ternyata masalah hidup kita akan selesai pada akhirnya, walaupun tidak dengan cara yang kita inginkan. Kita semua punya masalah hidup yang berbeda- beda, berat atau tidaknya juga berbeda-beda bagi setiap orang, tapi tugas kita itu cuma satu, BERTAHAN.

Begitulah caranya.

Share:

Wednesday, November 30, 2022

Mengatasi Kebiasaan Buruk dan Depresi: Temukan Solusinya melalui Hubungan Tubuh, Interaksi Sosial, dan Menulis

Temukan cara-cara praktis untuk mengatasi kebiasaan buruk dan depresi melalui tiga aspek penting: hubungan dengan tubuh, interaksi sosial, dan menulis. Dalam obrolan dengan seorang terapis, kita akan mengeksplorasi pemikiran inspiratif tentang bagaimana meningkatkan kualitas hidup dan menemukan arah yang benar.

Obrolan dengan seorang terapis dapat menjadi sumber inspirasi dan bantuan yang berharga bagi mereka yang merasa tidak dalam kondisi yang baik. Dalam obrolan tersebut, terdapat beberapa pemikiran menarik tentang bagaimana kita dapat meningkatkan kehidupan kita.

Kebiasaan buruk dan kurangnya disiplin seringkali menjadi hambatan dalam hidup kita. Namun, jika kita mengetahui apa yang seharusnya kita lakukan, kita akan bekerja dengan semangat. Sayangnya, seringkali kita merasa bingung tentang langkah apa yang sebenarnya harus kita ambil.

Ketika kita merasa tidak memiliki arah hidup atau bingung tentang langkah apa yang harus kita ambil, seringkali kita jatuh dalam perangkap depresi. Ini adalah pengalaman yang dialami oleh banyak orang yang merasa tersesat dalam hidup. Namun, seorang terapis menawarkan solusi dengan memperbaiki daya hidup.

Daya hidup memiliki tiga level yang harus kita aktifkan. Level pertama adalah hubungan kita dengan tubuh kita sendiri. Penting bagi kita untuk menjaga kesehatan tubuh dengan melakukan olahraga secara teratur, menjaga pola makan yang sehat, dan memastikan kita mendapatkan tidur yang cukup. Dalam pencarian kita untuk meningkatkan kualitas hidup, perhatian terhadap tubuh kita adalah langkah pertama yang harus kita ambil.

Level berikutnya adalah membangun hubungan kita dengan orang lain. Ketika kita menghadapi depresi, kita cenderung mengisolasi diri dari kehidupan sosial. Namun, yang sebenarnya kita butuhkan adalah dukungan dan perhatian dari orang-orang terdekat kita. Meluangkan waktu untuk bersama keluarga, teman, atau bahkan berbagi cerita dengan seseorang yang dapat dipercaya dapat membantu kita mengatasi masa sulit tersebut. Interaksi sosial yang positif dapat memberikan kita dukungan emosional yang sangat dibutuhkan.

Level teratas adalah hubungan dengan diri sendiri. Membangun hubungan yang baik dengan diri sendiri adalah kunci untuk menemukan jati diri dan arah hidup yang benar. Salah satu cara yang efektif untuk melakukannya adalah dengan berhubungan dengan alam bawah sadar melalui menulis. Menulis adalah alat yang luar biasa yang dapat membantu kita mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri.

Menulis seperti sebuah cermin yang mencerminkan apa yang ada dalam alam bawah sadar kita. Melalui menulis di jurnal, kita dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, dan ide-ide yang mungkin tidak kita sadari sebelumnya. Ini adalah cara yang kuat untuk menjelajahi pikiran kita sendiri dan memperkuat hubungan dengan diri sendiri.

Jadi, mari kita bersiap-siap dan keluar dari "awan hitam" yang menghalangi kebahagiaan kita. Dengan langkah perlahan namun pasti, kita dapat menemukan jalan keluar dan menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi diri kita sendiri. Ayo, semangat!
Share:

Tuesday, October 26, 2021

Mindset of Being A Writer From Raditya Dika

Kemarin saya mendengarkan podcast Raditya Dika tentang menjadi seorang penulis. Raditya Dika adalah salah satu idola saya dalam hal menulis. Ketika saya masih SMP, saya SD, saya membaca blognya http://kambingjantan.com dan ketika saya SMA, saya menonton filmnya Kambing Jantan. Sebagai introverted introvert ketika itu, saya memang lebih suka menyampaikan sesuatu hal melalui tulisan atau chatting. Saya pun membuat blog di tahun 2009 dan sampai sekarang masih suka menulis. Mungkin bisa dibilang, karena menulis saya bisa bekerja di perusahaan sekarang, walaupun saya tidak pernah sekolah komunikasi atau pun kursus menulis.

Okay, we are back to his podcast. Menurut Raditya Dika, menulis itu adalah bahan baku dari banyak sekali hal yang bisa kita lakukan. Jika kita ingin menjadi Youtuber, akan lebih  mudah ide-ide konten tersebut ditulis. Dalam film pun, skenario juga harus ditulis. Jadi bisa dibilang menulis itu adalah fondasi utama dari karya kreatif.

Menulis itu bukan untuk kita keliatan keren.

Menulis itu bukan untuk kita kaya.

Menulis itu bukan untuk kita terkenal.

Celakanya, semakin kita berharap soal uangnya, maka semakin kita jauh dari uang. Kita akan menbak-nebak bagaimana menjadi laku, bagaimana cara bikinnya menjadi laku. Menebak-nebak selera pasar itu berbahaya. Ia menyarankan agar seseorang yang ingin menjadi penulis untuk menghindari pretensi itu, ingin kaya dan ingin terkenal.

Menulislah karena kamu punya kegelisahan yang ingin kamu sampaikan. Pada dasarnya, menulis itu adalah salah satu cara kita mengungkapkan sesuatu di hati kita yang ingin orang lain dengarkan. Misalnya, tulislah sebuah argument, orang lain sering melewatkan itu. 

Kenapa penting sekali untuk membuat argument? Karena dengan adanya argument, kita peduli dengan naskahnya. Karena juga tak sabar melihat orang lain memahami argumentasi kita.

Berbicara soal mood. Banyak yang mengatakan bahwa menulis mengikuti mood. Itu salah. Mood itu harus dijemput. Ide itu juga bukan untuk kita menanti kapan wangsit tiba, tapi sama dengan mood, ide itu juga harus dijemput.

Caranya dengann memikirkan tentang kejujuran yang pengen disampaikan dalam sebuah argument. Bagaimana mengembangkannya, bagaimana membuatnya menjadi menarik. Jadi, jangan menunggu mood. 

Kesimpulannya:

1. Menulis itu bukan buat kaya dan terkenal, tapi menyampaikan argumentasi untuk orang lain tahu

2. Jangan menunggu mood dan ide, karena semua itu harus dicari dan dijemput

3. Harus banyak baca dan mengkonsumsi cerita di sekitar, tapi dengan pendekatan intelektual. Tapi harus dibedah alur ceritanya. Kenapa gue mau tonton filmnya, apa argumennya, kenapa karakternya menarik, kenapa mau menonton sampai habis. Karena cara terbaik belajar menulis adalah dengan mempelajari tulisan orang lain seperti buku dan film. 

So, ada banyak cara dan jalan untuk kita belajar selama kita mau. 

Share:

Tuesday, April 20, 2021

Jadi Orang Baik

Kita adalah orang baik.

Sebuah paradox.

Terkadang, orang yang merasa baik adalah orang yang paling sering menyakiti orang lain. Tapi orang yang nyadar, dia bisa berlaku jahat ke orang lain, dia akan berbuat baik kepada orang.

Kalimat yang menyatakan bahwa kita harus berbuat baik kepada orang, karena nantinya orang tersebut akan membalas berbuat baik kepada kita. Terdengar semacam take and give.

Kalau di pikir-pikir, sebagai manusia, harusnya kita berbuat baik kepada orang bukan karena ingin diperlakukan baik, tetapi kita melakukan perbuatan baik itu karena itulah yang benar.

Tapi...

Kita tetap saja sebagai manusia ada aja yang gak sukanya sama orang. Kadang mereka membuat kita sedih, kadang mereka membuat kita kecewa, kadang mereka membuat kita marah.

Kalau dipikir-pikir ya, itu adalah yang diluar ekspektasi kita. Kita terlalu berharap orang lain itu berperilaku sesuai dengan yang kita harapkan. Tentu gak bisa dong.



Share:

Monday, November 30, 2020

Be A Minimalist

Minimalism : A Documentary About The Important Things.

Film dokumenter yang menceritakan tentang gaya hidup minimalis. Film yang dirilis pada tahun 2015 silam ini memaparkan dasar-dasar dan manfaat dari gaya hidup minimalis. Film ini menjelaskan bawa gaya hidup minimalis adalah mengkomsumsi hal-hal yang wajib dan bernilai dalam hidup kita, membeli barang-barang yang benar-benar kita butuhkan. Intinya, kita hanya mengkomsumsi hal-hal yang bernilai dalam kehidupan kita. 


Film yang dirilis tahun 2015 ini sudah saya tonton beberapa kali karena saya tertarik untuk menerapkan hidup minimalis tersebut. Akhirnya, hampir 1,5 tahun saya menerapkan hidup minimalis. Sulit? Tentu saja.

Dulu sekali, saya banyak membeli barang-barang yang tidak saya butuhkan. Tapi, sekarang mulai berangsur-angsur meninggalkan kebiasaan tersebut. Bahkan, sudah 1 tahun lebih saya tidak membeli pakaian. Karena saya mulai berpikir untuk memakai barang yang masih bagus dan tidak menumpuk barang di kamar. Saya juga sudah membagikan baju-baju saya yang tidak terpakai kepada orang-orang. Jadi sekarang, saya hanya memakai baju yang memang saya butuh dan saya pakai sehari-hari.

Saat akan membeli barang, saya sekarang mikirnya berbulan-bulan. Misalnya sepeda. Kemarin semangat menggebu-gebu untuk membeli sedang berapi-api. Tapi, saya berpikir kembali "Kepake gak ini barang? nanti jangan-jangan jadi pajangan aja,". Akhirnya saya pun tidak jadi membelinya. Karena menurut saya nantinya barang itu tidak berfungsi dengan baik untuk saya. Kalau mau olahraga pun biasanya saya jalan kaki sore-sore di kompleks atau bermain basket.

Dalam berbelanja, sepertinya rasa menggebu-gebu ingin membeli itu ada pada saat kita sedang hunting barangnya, tapi saat barangnya sampai di depan mata kita malah jadi biasa aja, Bener gak sih?

Mungkin dengan gaya hidup minimalis kita bisa menemukan kebahagiaan-kebahagiaan kecil dalam hidup. 
Share:

Monday, January 27, 2020

Kobe, Media Sosial dan Sosiologi

2020 ngapain? 
Yap. Pagi-pagi ada kabar duka, Kobe Bryant dan anaknya Gigi tewas dalam kecelakaan helikopter. 😭
Oke saya gak mau bahas ini. Terlalu sedih.

2020?
Lagi seneng ngulik media sosial nih, dari trend sampe kenapa banyak gen z ninggalin instagram, lalu kok story intagram isinya TikTok?


Masih ingat Bowo anak TikTok? Apa sih goyang-goyang gitu? Alay. Tapi sekarang, banyak dari kita punya TikTok. Generasi Z sekarang kayaknya udah pada pake TikTok. Menurut saya, dulu aplikasi ini buat goyang, tapi setelah saya download, ternyata ada hal yang bermanfat, tergantung kita pilih interest kita apa. Kalau saya comedy dan science. Jadi gak banyak muncul orang goyang jari atau joget-joget.

TikTok sendiri nampilin kesenangan dan kreatifitas. Anak generasi z udah pindah dari instagram aesthetic ke TikTok, apa mereka bosan?
Oh ya, TikTok gak ada orang tua. Jadi seru.

2020 ngapain?
Ngulik-ngulik di google kenapa sih orang-orang pada ribut "Instagram is Listening?". Instagram ngerekam data kita, dia bisa tahu apa yang kita sedang cari lalu muncul iklan di home instagram-nya kita. Ternyata, itu karena data kita sekarang udah kayak butiran debu. Banyak aplikasi kita yang terkoneksi dengan berbagai hal. Sekarang aja kita bisa tahu followers kita umur berapa aja, dari kota dan negara mana aja, mereka interest kemana, dalam 1 postingan berapa interaksinya dan sebagainya. Kita sendiri aja bisa analisis akun media sosial kita sendiri, apalagi perusahaan besar sekelas Instagram. 

Setiap kita nge-like, setiap kali kita klik iklan, aplikasi yang kita pasang di smartphone, secara otomatis terhubung satu sama lain. Mungkin mereka ada kerjasama gitu.

Kadang waktu kita instal, kita gak sadar kalau kasih izin mereka banyak hal, termasuk mereka bisa tahu keberadaan kita. Karena kita mengaktifkan GPSZ di smartphone.

Bisa gak ya, kita gak ada rekam digital? Sekarang aja nyari nama lengkap di goggle, jejak digital kita keluar. Sebenarnya bisa sih, dikurangin aja main internetnya dan punya lebih dari 1 email.

2020?
Terus apa lagi yang dicari di tahun ini.

Kalau kata Mark Zuckerberg "The Future is Private". User sekarang sepertinya suka yang privasi tapi kalau ketemuan bikin cukup efisien. Kalau dalam sosiologi namanya perubahan sosial yang berkelanjutan. Halah. Kayaknya sesuai dengan apa yang dibilang Anthony Giddens kalau dunia post modern ini buat pertemuan itu gak butuh fisik. Online juga udah ketemu. Pacaran itu yang butuh sentuhan fisik, nanti bisa kalah sama yang terdekat. Anjiiiir gak nyambung.
Share:

Thursday, January 9, 2020

Real Life

Saya bukan tempat teman-teman saya bercerita banyak hal. Saya juga kurang tahu pasti mengapa. Apa muka saya flat atau gimana saya engga tahu.

Biasanya mereka hanya datang saat mereka lagi butuh, lagi pengen didengar, lagi bete atau gak ada teman yang mau main sama mereka. Saya jadi pilihan terakhir.

Kalau dipikir kembali, teman saya pun enggak sedikit. Hanya saja, saya pilih-pilih dalam berteman. Ya memang, bagi saya, terlalu banyak circle akan membuat saya lelah. Saya harus sendiri untuk charger kembali jiwa saya yang lelah.

Enggak apa-apa. Saya menerima mereka. Saya bakal bantu kalau mereka lagi butuh bantuan. Ketika bercerita saya hanya menimpali sesekali. Enggak banyak. Saya pikir kadang orang hanya butuh mencari pendengar, bukan seperti guru yang harus memberi masukan.



Kalau pun mereka sedang bercerita, kebanyakan gosip atau keluh kesah mereka di dalam kehidupan pekerjaan, personal atau lainnya.

Ya, namanya millenial sedang berada dalam Quarter life crisis. Ya namanya juga belajar jadi dewasa. Belajar tumbuh itu sakit. Kayak kalau kita tumbuh gigi bungsu, pasti sakit. 

Nah, balik lagi.
Merasa jadi pilihan terakhir?
It's okay.
Kadang dengan itu pikiran lebih jernih.
Lebih fokus bahagiain diri sendiri, pikiran sendiri, jiwa sendiri.
Share:

Wednesday, August 21, 2019

Mau Jadi bahan Baper Atau Belajar ?

Ah, masak saya begitu? Padahal kan saya udah begini, udah begitu. Udah Ngelakuin sesuai permintaan. Masih aja dikomen.

Sedikit banyak orang yang dewasa menerima masukan atau feedback atau kritikan. Kebanyakan senang dipuji. Ada yang bilang "Banyak nyamuk mati karena pujian". Dalam hidup harus ada kritik.

Kenapa?

Bisa jadi lebih baik lagi.

Setiap apa yang kita kerjakan, harus ada feedback supaya nanti jangan ada perasaan jumawa, santai dan merasa aman terus. Padahal kalau mau aktif cari feedback, outputnya bakal lebih maksimal.

Menerima feedback (and deciding what to do next) memang membuat deg-degan, badmood bahkan down parah. Tapi kembali lagi ke mentality kita terhadap feedback itu sendiri. Mau dimasukkan ke hati dan jadi bahan baper atau dipakai untuk bahan belajar.

Nah, sekarang gimana cara menyampaikan feedback.

Menurut saya sampein dengan sopan. Misalnya "bagus gambarnya, tapi coba deh warnanya yang dipake biru, kayaknya lebih bagus,". Sebaiknya hindari kata makian dan berkomentar tanpa solusi. 



Share:

Tuesday, July 16, 2019

Menjadi Dewa..sa?

Umur baru.
Semakin ke sini berpikir tentang rencana ke depan. Sudah mulai kurang bersemangat untuk berkumpul ramai-ramai seperti dulu, nongkrong haha hihi. Lebih memilih nongkrong untuk lebih perluasan pergaulan, sama temen lama atau hal yang gak bikin berat. Makin ke sini semakin kecil circle pertemanan. Mulai berpikir bahwa tidak ingin kehidupan pribadi di sosial media. Kita berteman dengan siapa, nongkrong dengan siapa, pacaran dengan siapa, cukuplah kita saja yang tahu. 

Apa itu dewasa?

Mungkin.

Kadang memang, kejutan Tuhan memang bisa mengalahkan penelitian secanggih apapun di muka bumi. Banyak hal yang terjadi beberapa bulan belakangan, yang tidak bisa saya prediksikan sebelumnya. Bahkan, tidak pernah bisa saya prediksikan. 

Tapi, seperti banyak orang bilang, life must go on. Jalani saya, terus berdoa yang terbaik, terus bersyukur dan jangan lupa bersenang-senang.

Tiba-tiba diingatkan kembali lagu 9 tahun lalu Adhitia Sofyan -  Number One. Lagu yang enak didengar simple dan bermakna. Seorang teman pernah berkata lagunya simple banget, mendalam. 


Cause you don't even have to try you already my number one

Intinya kita gak butuh jadi apapun, kita tuh udah nomor satu. Dengernya aja udah terharu ges.
Share:

Wednesday, July 3, 2019

Tidak Perlu Lagu Adhitia Sofyan





Selalu ada masa-masa seperti ini. Saat Jakarta menjelma rindu yang pelik.

Ketika bangun pagi dengan alarm yang bertubi-tubi, membuat saya mengingat hari-hari bekerja di Jakarta. setelah dua bulan di sana, entah bagaimana memberi saya nostagi tentang Jakarta.

Banyak hal yang saya dapatkan, dari menambah ilmu terkait pekerjaan, bagaimana orang-orang bekerja, bagaimana melihat masyarakat yang tidak itu-itu saja. 

Awal-awal bekerja saya tidak ingin bekerja di Jakarta karena kehidupan yang crowded. Namun, setelah mencobanya, ternyata tidak buruk juga. Tergantung bagaimana kita mengaturnya. Work Life Balance !.

Tidak banyak hal yang dapat ditulis. Suatu saat saya akan kembali ke sana untuk bekerja.

****

Yang lalu datang, tak perlu cemas. Karena ia sudah datang berkali-kali dan semua toh baik-baik saja. Justru, semua itu tanda yang asyik bahwa kita telah melalui waktu-waktu yang berharga. Senang dan sedih itu niscaya, berharga itu soal memilih.
Share:

Friday, May 24, 2019

Jakarta dan Bajaj

Saya masih ingat, seorang teman sewaktu di Gonz pernah berkata :
"Buset, Gue kaya diperkosa Jakarta"
Walaupun dia belum pernah diperkosa. Baginya, kereta seperti kaleng sarden yang terombang-ambing. daging-daging menempel dan menghimpit. Hanya sedikit celah untuk mengambil udara, mustahil untuk bergerak, sulit mengubah posisi tangan. 

Macet di Jakarta akibat sudah terlalu banyak manusia. Tanpa pemindahan atau pembasmian manusia, mustahil mengentaskan kemacetan. Sistem transportasi canggih, sulap Demian Aditya, atau petuah Anies Baswedan tak akan mampu menghabisi macet ibu kota.

Sebulan sudah saya hidup di Jakarta menjalani Employee Exchange Program. Namun, beruntungnya saya, setiap hari berjalan kaki, tidak naik komuter, taksi, atau kendaraan lainnya ke kantor. Berbeda dengan sebelumnya, kemana-mana diantar atau naik kendaraan sendiri. Saya paling tidak suka jalan kaki !!!! hahahaha. Tapi, dengan berjalan kaki, sekitar 10 menit, saya sampai di kantor dengan bahagia. Paling tidak hitung-hitung olahraga.

Sudah lama sekali rasanya datang ke kantor dengan penuh semangat. Kalau boleh jujur, saya menikmati. Banyak belajar dengan orang-orang berpengalaman di kantor. Setiap hari ada saja hal-hal baru yang saya pelajari. Bagaimana menyusun strategi publikasi, making decision, bagaimana kinerja tim, berbagi ilmu, pengalaman. Daaaaaan, saya pertama kalinya di make up in di kantor. hahahahah !. Energi positif itu perlu.

Tiga tahun lalu, saya mengingat tulisan saya yang judulnya Pilihan, saya pikir kesempatan ini adalah salah satu kemenangan-kemenangan kecil bagi saya. Tahun ini saya bersyukur banyak diberikan kesempatan lebih. Tantangan baru, lingkungan baru (walaupun 2 bulan program ini) jadinya belajar lagi. Kenyamanan itu berbahaya. Terjebak dalam comfort zoneKetika saya ditugaskan untuk ikut program ini, saya langsung "oke siap !". Karena saya masih muda, belum ada tanggungan, go ahead.


Share:

Tuesday, May 7, 2019

Only Time Will Heal

Bulan Ramadan ini adalah tahun ketiga saya tidak bersama orang tua. Sedih? Pasti.

Semua mendadak berubah.

Sejak mereka meninggal, saya lebih hati-hati meniti hidup. Mengapa begitu?
Karena saya merasa kehilangan perisai terpenting. Doa orang tua. Bagi anak, doa orang tua lebih kuat 70 kali dari doanya sendiri.

Tiba-tiba ingat kalimat ini
'Dan apabila tertutup mata Ibu kamu, maka hilanglah salah satu keberkatan di sisi Allah, yaitu doa seorang Ibu.

Tapi...
Saya merasa harus bisa jadi 'sesuatu'. Sebut saja Bruce Wayne, Tony Stark, Peter Parker. Mereka bisa jadi sesuatu tanpa doa orang tua. Walaupun itu fiksi sih.

Eh tapi..
Ada juga yang nyata, Nabi Muhammad.

Paling tidak hidup saya tidak lagi di"subsidi" oleh abang dan kakak saya.

Ketika Abah dan Ibu meninggal, saya perlu waktu lama untuk mencernanya. Saya terbiasa pelan-pelan melumat perasaan. Only time will heal.

Ramadan, yuk kita mulai.

Share:

Thursday, January 24, 2019

Jangan Jadi Down Sama Hidup

Bulan pertama di tahun 2019 hampir selesai.
Bagaimana hidup?
Berjalan dengan seperti biasa.

Bagaimana harapan?
Tidak terlalu berekspekstasi tinggi, tapi tetap saja kecewa.

Mengapa?
Perasaan-perasaan mengganggu seperti merasa tidak dihargai, tidak ada apresiasi, tidak ada hal-hal baru, seperti berjalan di tempat, nothing special. membosankan.

Mark Manson dalam buku "Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat" mengatakan secara pribadi kita bertanggung jawab atas segala hal dalam hidup kita. Kita bisa mengendalikan segala hal yang menimpa kita dengan cara kita merespon. 

Bagaimana cara merespon?
Ya dengan mengatakan kepada pikiran bodo amat atau I don't care about that. Tapi, tidak ada yang namanya tidak peduli, kita sebagai manusia pasti peduli terhadap sesuatu. 

Harus ada pelampiasan.

Yap. benar. Mencari pelampiasan terhadap sesuatu hal yang mengecewakan memang perlu. Namun, pelampiasan harus dilakukan dengan kegiatan-kegiatan positif. Ketika dipandang rendah, ya kamu harus menunjukkan yang terbaik dari diri kamu, buat mereka nanti menyesal dengan penilaian mereka selama ini. Mungkin terlihat kejam, tapi setidaknya kita bisa memotivasi diri kita sendiri dengan hal tersebut.

Mencoba hal-hal baru.
Dengan kondisi sekarang, saya menjadi punya waktu untuk mencoba hal-hal baru seperti menonton film dokumenter Brexit : The Uncivil War. Menonton TED X bagaimana mereka speech di depan umum. Bagaimana bisnis berjalan, bagaimana strategi untuk mengembangkan diri, membuat video  mengenai edukasi dan lainnya.  Intinya hal-hal baru tersebut menambah pengetahuan.



Saya gak mau membawa perasaan-perasaan yang menggangu ini dalam diri. Semacam penyakit yang kian menggerogoti diri. Tidak baik. Membuat diri jadi down tidak baik. Masih banyak hal-hal yang menyenangkan untuk dilakukan, masih banyak hal-hal baru yang dapat dipelajari. Jangan jadi katak di dalam tempurung. Jangan malas untuk belajar, jangan tunggu disuapi baru belajar. 

Kalau tidak ada diberikan kesempatan belajar bagaimana?
Halah, belajar bisa dari siapa saja dan darimana saja. Buat kesempatan sendiri. Ketuk sendiri. Tapi jika tetap tidak diberikan kesempatan? Sebagai orang dewasa, sudah harus tahu berbuat apa. 

Jangan lupa kalau...
Kesuksesan apa pu selalu dimulai dari titik awal. Titik nol. 
Setidak nyaman apa pun situasi kariermu sekarang, selalu ada jalan untuk mencari peluang yang lebih baik.
Yakin.
Semua ini pasti lebih baik dari pada diam di rumah dan mengganggur seharian.

Tetap Semangat.
Share:

Friday, April 13, 2018

Fakta Millenials Saat Ini

Beberapa hari lalu, saya membuka youtube dan secara tidak sengaja menemukan  video Simon Sinek berbicara tentang millenials. Silahkan di menonton video singkat dibawah ini.



Dalam video diatas, Simon mengatakan millenials itu adalah orang-orang yang terlahir dibawah tahun 1984. Mereka dicap narsis, tidak fokus, dan malas. Namun mereka ingin memiliki hal-hal yang besar.

Di dunia kerja, mereka ingin membuat 'something' dan selalu saja tidak bahagia dengan pekerjaan mereka. 

Ditambah, millenials tumbuh dengan facebook dan instagram dengan berbagai pilihan filter. Dengan kata lain, platform tersebut dapat memberitahu kepada dunia bahwa hidup itu luar biasa walaupun saat itu, kita dalam keadaan tertekan. Postingan di media sosial membuat mereka terkesan tangguh, merasa tahu tetapi sebenarnya tidak tahu. 

Tahun 2012 penelian Harvard University memaparkan postingan tentang diri sendiri ke media sosial mengaktifkan sensasi kesenangan di otak yang biasanya dikaitkan dengan makanan, uang, dan seks. Kemudian menunggu berapa orang yang like. Namun, jika sedikit yang like, millenials berpikir apakah ada yang salah, mengapa mereka tidak menyukainya atau followersku tidak suka ku lagi.

Dan hobi memposting sesuatu tentang diri kita di media sosial ini disebut dopamine. seperti bahan kimia yang sama persis yang membuat kita merasa nyaman ketika kita merokok, ketika kita minum alkohol dan ketika kita berjudi. Dengan kata lain, itu sangat, sangat adiktif.

Kita memiliki batasan usia untuk merokok, berjudi bahkan minum alkohol, tapi kita tidak memiliki batasan usia untuk bermain media sosial dan smartphone.

Jadi ketika stres mulai muncul dalam hidup,millenial tidak mencari seseorang, mereka beralih ke perangkat, mereka beralih ke media sosial, mereka beralih ke hal-hal yang menawarkan bantuan sementara.

Kita tahu bahwa orang-orang yang menghabiskan lebih banyak waktu di Facebook menderita tingkat depresi yang lebih tinggi daripada orang-orang yang menghabiskan lebih sedikit waktu di Facebook. Media sosial ini seperti candu. Kita harus menyeimbangkannya.
Tidak memegang smartphone merasa cemas, itu berarti sudah kecanduan. Jika bangun pagi tidak mengucapkan selamat pagi kepada orang terdekat, tetapi malah mengambil smartphone, itu berarti itu sudah kecanduan. Dan seperti semua kecanduan, pada waktunya, itu akan menghancurkan hubungan, akan menghabiskan waktu, akan menghabiskan biaya dan itu akan membuat hidup lebih buruk.

Simon Sinek said :
Find a better balance between life and technology because quite frankly it’s the right thing to do

Saya sebagai generasi millenials merasa tertampar dengan video dari Simon Sinek itu. Melihat video tersebut merasa harus intropeksi diri.

Share:

Wednesday, April 4, 2018

Melawan Hoax

Derasnya informasi saat ini membuat kita kehilangan kemampuan untuk membedakan mana berita yang benar dan bohong (Hoax). Tidak jarang, Hoax yang diciptakan, disebarkan untuk memunculkan persepsi dan kesimpulan yang salah sehingga menghasilkan sikap, perilaku dan tindakan yang salah.

Saat ini Hoax telah menjadi industri karena menjanjikan secara ekonomi. Tidak jarang, informasi Hoax sendiri bertujuan untuk menjatuhkan kepercayaan (menimbulkan kebencian) terhadap suatu ha, bahkan bisa mengeruk keuntungan. 

Bentuk informasi Hoax
  • Tulisan atau artikel
  • gambar
  • Video

Penyebaran informasi Hoax
  • Broadcast chat-group
  • Social Media
  • Web/Portal

Saring sebelum Sharing
  • Jangan asal cepat sebar berita
  • Jangan merasa paling up-date sementara berita dan info yang kita sebar hanya kelas 'sampah' atau mungkin juga hoax
  • Pilih yang paling berfaedah bagi kita maupun orang lain.


Bagaimana Melawan Hoax?
  • merawat akal sehat
  • selalu memverfikasi, cek dan ricek
  • Tahan jempol (saring sebelum sharing)
  • Bijak menggunakan media sosial, termasuk Whatsapp (jangan asal sebar informasi yang mengakibatkan berbagai pihak dirugikan)

from google.com


Share:

Sunday, December 24, 2017

Racauan Akhir Tahun

Wuuuuuuz.
2017 terasa begitu cepat. Sampai saya tak menyadarinya. Berjalan begitu saja.

2017.
Tahun pertama tanpa kedua orangtua saya. 9 tahun tanpa Ibu, 1 setengah tahun tanpa Abah. Beliau ini seperti injeksi penyemangat saya.

Ibu saya misalnya, disiplin dan ontime. Selalu ada target dalam mengerjakan sesuatu dan pastinya jika mencapai target, selalu ada apresiasi. Selalu menyediakan yang saya butuhkan, bahkan disaat saya tidak meminta. Bagi beliau, liburan itu perlu untuk meregangkan saraf-saraf yang keriting. Gunung dan sawah adalah destinasi favoritnya. Krisdayanti adalah penyanyi favorit beliau. Selalu menonton Krisdayanti di televisi tanpa melewatkannya sedikitpun. Jantung melemahkan hari-hari beliau yang selalu bersemangat. Bolak-balik rumah sakit jadi rutinitas selama 6 bulan hingga akhirnya beliau menyerah ketika subuh 6 Januari 2007. Saya sempat down setelah kepergian beliau. Waktu itu 2 bulan menjelang UN saya tidak fokus belajar dan hanya bermain game. Kemudian akhirnya saya tidak lulus di SMA idaman. Tapi tidak apa-apa, 6 bulan sekolah di Gonz sedikit demi sedikit mengembalikan keceriaan saya. Menjadi manusia susila terpelajar. Sesuai Mars nya.

Abah. Wiserman, seperti namanya, pria bijaksana. Setelah Ibu pergi, saya adalah roommate beliau. Selalu berusaha menjadi ibu sekaligus bapak. Santai dan menolak tua. Mau belajar dengan cara apapun, terserah yang penting hasilnya bagus. Kalau lagi malas ya udah gak usah sekolah atau kuliah, tapi harus bertanggung jawab dengan nilai. Suka nonton hockey, baseball, basket dan tentu saja, acara reality show Korea. Hobi menelpon anaknya, apalagi ketika saya merantau, setiap subuh beliau membangunkan saya melalui telpon, selalu menjemput saya di perhentian bus, kemudian kami bersenang-senang menikmati weekend. Mei 2016 beliau sudah jadi penghuni tetap rumah sakit. Tanggal 28 Juni 2016 sebuah kabar menabrak saya kalau beliau anfal dan saya pun langsung pulang dari kantor menuju rumah. Ketika sampai dirumah sakit, nafas Abah hanya tinggal satu-satu. Hanya 5 menit ketika saya sampai, beliau langsung pergi tidur dengan tenang saat adzan magrib h-4 Idul Fitri. Ternyata beliau hanya ingin menunggu saya. Sampai sekarang saya masih menyesal dan merasa bersalah tidak pulang di minggu terakhir karena harus kerja keluar kota. Salah besar memang.

Sekarang, pulang ke rumah dengan rasa yang beda. Tidak dikamar yang sama, menghabiskan weekend bukan ditempat yang sama saat bersama Abah. Hanya tidak ingin bersedih terlalu dalam.

2017.
Saya baru sadar, tahun ini saya tidak membeli buku. Tidak pula membaca buku yang ada. Padahal, masih ada buku yang belum selesai saya baca, IQ84, Dunia Kafka milik Haruki Murakami dan Kegilaan Peradaban Michel Foulcaut. Entah apa yang membuat saya kehilangan gairah membaca buku.

2017.
Tahun dimana saya jarang sekali menulis di blog. Keinginan menulis itu selalu ada, namun tidak bisa. Saya menuduh rutinitas menumpulkan otak saya. Saya memikirkan dua hal yang menyebabkan ketumpulan itu. Otak dan pikiran saya telah habis dimakan rutinitas. Bukan karena sering dipakai, justru karena tak pernah digunakan. Rutinitas dan kesibukan menumpulkan pikiran dengan cara yang yang saya tak tahu bagaimana.

2017.
Saya kembali menyalakan Playstation. Bukan tanpa alasan, Playstation mungkin alat penipuan diri bagi saya. Untuk menghilangkan 'hal-hal yang menyakitkan dalam hidup atau mengusir dementor'.

2017.
Dulu bareng-bareng siapa sih?. Ternyata semuanya sudah selesai.

2017 berlalu begitu saja. Menengguk kapitalisme. Karena kapitalisme selalu menang.
Share:

Tuesday, May 2, 2017

Menikah itu Tak Bercanda

Seminggu yang lalu, saya melarikan diri sejenak di sebuah kota yang selalu membuat saya rindu, Bandung. Bukan untuk tinggal, tapi untuk menyegarkan pikiran yang sudah kusut dalam dunia perburuhan sekaligus langsung menyampaikan ucapan selamat menikah kepada teman saya @aisyahcha2. Di sini pun saya selalu bertemu teman lama dan teman baru.

Di hari terakhir, saya bertemu kembali dengan temannya @yanimikhoe, @prinzessiny di bandara Soekarno Hatta yang selalu ramai. Pembicaraan begitu berat untuk saya, menikah. Tapi saya merasa sudah banyak teman yang menikah dan punya anak sekaligus rata-rata mereka seumuran dengan saya. Mereka juga kerap meng-upload di media sosial perkembangan anak mereka. Saya berpikir, apakah memang diumur yang sekarang seperti itu? Apakah saya sudah tua? Terlalu banyak pertimbangan untuk menikah.

Menikah muda tidak buruk, asalkan yang menikah sudah cukup dewasa untuk bertanggung jawab. Apakah sudah dewasa? Apakah sudah bisa bertanggung jawab untuk hidup dengan orang yang akan selalu kita lihat setiap hari, bangun dan tidur? Apakah bisa melakukan hal-hal yang selayaknya dilakukan oleh mereka yang sudah menikah? Apakah bisa melakukan semuanya? Apakah bisa melakukan mau kita?
Kebanyakan orang bilang "Kalau sudah ada pasangan, apa lagi yang ditunggu?" Saya tidak ingin melihat sesuatu secara parsial dan teologis. Rezeki memang diatur oleh Tuhan, tapi apakah itu bisa dijadikan alasan untuk mengambil keputusan sebesar ini.

Menikah memang seperti telah mengerjakan separuh agama, tapi dengan syarat, bahwa pernikahan dapat membuatmu dan pasangan menjadi lebih baik dalam menjalankan ibadah dan baik dalam menjalani kehidupan, itu bagus.

Secara logika, sebuah keluarga akan lebih baik saat berangkat dari kondisi yang lebih baik. Beragama tidak harus membuat orang berhenti berpikir.
Masalah tidak hilang dengan memiliki status sudah menikah. Menikah bukan ajang perlombaan siapa cepat. Menikah bukan menghilangkan pertanyaan orang sekitar "kapan nikah? Umur bertambah terus".

Menikah tak sebercanda itu

Share: