Gue baru wisuda S2 kurang dari sebulan, hahaha. Akhirnya lulus juga tepat waktu. Rasanya kayak selesai dengerin album Britpop obscure yang cuma 12 orang di dunia yang pernah dengar, terus selesai lagunya… hening. Di kepala gue cuma ada satu pertanyaan, “Udah selesai? Terus sekarang gue diapain?”
S2 itu bikin gue terbiasa hidup dengan ritme, kerja, baca jurnal, nulis tugas, debat teori, revisi, revisi literature.
Sekarang?
Gue bangun tidur, kerja, ngantor, buka laptop kantor, dan ngerasa kayak lagi jadi cameo di hidup orang lain.
Kalau kata riset, S2 itu bikin kita, “Lebih siap menghadapi dunia profesional.” Iya, siap menghadapi beban kerja orang lain.Karena setelah lulus,dunia nyata gak ngasih silabus, bos gak bikin rubrik penilaian 0–100, dan networking itu gak kayak tutorial YouTube yang step by step.
Yang lebih ngeselin lagi, otak gue masih kecanduan produktivitas palsu, kayak nyari jurnal padahal gak ada tugas, niat ikut webinar padahal lagi burnout, kepikiran bikin research padahal kerja gue bukan akademisi, kayak tubuh gue udah corporate, tapi jiwa masih mahasiswa semester akhir, yang salah memilih referensi hidup menjadi Oasis B-sides instead of Wonderwall.
Gue sekarang kerja dimana secara teori aman.Secara praktik? Gue berasa kayak personel band Britpop tahun 90an yang cuma dikenal di tiga kecamatan Inggris bagian utara.
Kerja ada. Gaji ada. Skill?
Ya… berkembang, tapi secara pasrah.
Karena jujur aja, gue pengen pindah ke lingkungan yang bikin gue merasa “Wah, ini level baru hidup gue,". Lingkungan yang bikin gue ketemu orang-orang kayak track hidden dari blur, aneh, cerdas, unpredictable, tapi mind-blowing. Lingkungan yang bikin gue merasa, “Oh, ini alasannya orang-orang ambisius betah hidup.”
Tapi ya itu… gue baru wisuda belum sebulan. Ijazah belum sempat pudar warnanya. Tapi pikiran gue udah kayak, “Kapan kita pindah? Kapan kita jadi versi glow-up? Kapan hidup ini mulai relevan?”.
Jadi setelah seminggu mikir gitu, untuk sementara, gue hidup kayak lagu britpop obscure yang gak umum, susah dipahami, underrated, tapi… punya potensi kalau orang sabar ngedengerinnya.
Pelan-pelan, gue lagi nyari ritme baru yang bukan ritme mahasiswa, bukan ritme karyawan pasrah, tapi ritme manusia yang lagi cari tempat berkembang… sambil tetap nyetel Pulp di belakang.
Comments
Post a Comment