Thursday, January 9, 2020

Real Life

Saya bukan tempat teman-teman saya bercerita banyak hal. Saya juga kurang tahu pasti mengapa. Apa muka saya flat atau gimana saya engga tahu.

Biasanya mereka hanya datang saat mereka lagi butuh, lagi pengen didengar, lagi bete atau gak ada teman yang mau main sama mereka. Saya jadi pilihan terakhir.

Kalau dipikir kembali, teman saya pun enggak sedikit. Hanya saja, saya pilih-pilih dalam berteman. Ya memang, bagi saya, terlalu banyak circle akan membuat saya lelah. Saya harus sendiri untuk charger kembali jiwa saya yang lelah.

Enggak apa-apa. Saya menerima mereka. Saya bakal bantu kalau mereka lagi butuh bantuan. Ketika bercerita saya hanya menimpali sesekali. Enggak banyak. Saya pikir kadang orang hanya butuh mencari pendengar, bukan seperti guru yang harus memberi masukan.



Kalau pun mereka sedang bercerita, kebanyakan gosip atau keluh kesah mereka di dalam kehidupan pekerjaan, personal atau lainnya.

Ya, namanya millenial sedang berada dalam Quarter life crisis. Ya namanya juga belajar jadi dewasa. Belajar tumbuh itu sakit. Kayak kalau kita tumbuh gigi bungsu, pasti sakit. 

Nah, balik lagi.
Merasa jadi pilihan terakhir?
It's okay.
Kadang dengan itu pikiran lebih jernih.
Lebih fokus bahagiain diri sendiri, pikiran sendiri, jiwa sendiri.
Share:

2 comments:

  1. it's okay to good and not great

    ReplyDelete
  2. The less you want to be happy, the happier you’ll be. The less you need to perform better, the better you’ll perform. Just think about your own life

    ReplyDelete