Skip to main content

Kita Hanya Sebatas Layar dan Jaringan

Aku sedang tidur telentang sambil memakai masker. Ya, masker. Sudah lama sekali aku tidak memakai masker. Saat ini masker membuat wajahku seperti di lem. Lupakan masker.

Aku sedang ingin untuk menyelesaikan pekerjaanku. Menulis sebuah tulisan tentang cafe yang menurutku sangat keren, Board Game Lounge. Di dalam sana, para pengunjung bisa menjadi manusia seutuhnya. Di dalam sana diajarkan menjadi manusia tanpa gadget dan bermain game bersama. Kemudian menghamburkan tawa. Konsep yang menarik. Seperti menemukan kebersamaan dan kebahagian.

Aku teringat saat ini kita adalah manusia-manusia digital, tentu kita memiliki kecemasan-kecemasan digital. Saat ini kita semua, sebagai warga dunia cemas saat kita ketinggalan handphone, atau sang pacar tidak membalas pesan kita. Itu hanya contoh saja. 

Teknologi telah memonopoli kehidupan kita. Itu tidak salah, menurutku. Saat ini banyak diantara kita, tidak harus bekerja dengan adanya tempat, adanya benda fisik, seperti manusia, meja atau kursi dan kamu (?). Namun, sekarang kita bisa bekerja dengan layar dan jaringan. Dengan hanya mengirim email, pekerjaan kita bisa selesai tanpa harus pergi ke tempat yang mewajibkan kita untuk hadir secara fisik.

Aku pun teringat perkataan Baudrillard yang aku paksakan pemikirannya masuk dalam skripsiku. Kira-kira ia berkata seperti ini "saat ini tidak ada ruang dan tempat, yang ada hanyalah layar dan jaringan,".
Tak salah, yang salah hanyalah sudut pandang kita.

Comments

Popular posts from this blog

Hari-Hari yang Terasa Kosong Tapi Tetap Jalan

Sudah tiga hari gue ngerasa hampa. Rasanya kosong banget. Kemarin lusa, gue bahkan udah masuk kerja, kerja dengan serius, pengin cepat-cepat pulang, dan rasanya overwhelmed banget. Tapi entah kenapa, walau gue ngerasa kosong begini, gue tetap bangun. Gue tetap kerja. Tetap makan. Dan walau kecil, gue rasa itu butuh sebuah keberanian. Gue gak tahu kenapa. Tapi gue ngerasa kosong banget jadi manusia beberapa hari ini. Setiap kali kayak gini, gue selalu menghela napas panjang, mencoba nulis apa yang gue rasain. Kadang gue tulis kayak cerita, tapi malah bikin gue makin lesu. Gak tahu mau ngapain. Gue cuma pengin baring. Baca cerita-cerita gue yang udah gue tulis. Gue juga lagi gak sedih. Tapi juga gak bahagia. Gue bahkan gak pengen buka media sosial. Gak pengen lihat Instagram, TikTok, atau YouTube. Gue kayak kehilangan arah. Seperti gak punya tujuan. Hidup gue diem, tapi waktu jalan terus. Tadi malam sebelum tidur, gue coba bersih-bersih ka...

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Coba Tenang Tapi Riuh

Hidup itu seperti berada di atas papan selancar, terkadang ombaknya tenang, terkadang menggulung-gulung seperti monster raksasa. Dan jujur saja, dalam beberapa bulan terakhir, rasanya saya lebih sering terhempas ombak daripada berdiri gagah di atasnya. Cemas? Oh, cemas itu sudah seperti teman lama yang tak diundang datang setiap hari. Mood buruk? Rasanya seperti awan hitam yang terus menempel di kepala, bahkan saat cuaca cerah. Bayangkan saja, saya, yang dulu penuh semangat menjalani hari-hari, tiba-tiba merasa kehilangan minat pada hal-hal yang biasa saya cintai. Olahraga? Sudah seperti cinta lama yang tak berbalas. Buku? Seakan huruf-huruf di dalamnya berubah menjadi semut-semut yang berlarian tanpa arah. Bahkan serial drama Korea yang biasanya menjadi sahabat setia saat malam datang, kini hanya menjadi tontonan latar belakang saat pikiran saya melayang entah ke mana. Hidup saya, meskipun penuh potensi, kadang terasa seperti teka-teki tanpa petunjuk. Saya berusaha sebaik mungkin untu...