Skip to main content

Racauan Akhir tahun

Banyak hal baik dan buruk yang terjadi di tahun ini, 2014 dalam hidup saya. Saya ujian skripsi kemudian wisuda. Kerennya saya lulus. Bagi saya lulus adalah kemerdekaan, karena kampus adalah penjara bagi saya. Saya tidak bisa semaunya, tidak bisa melakukan kehendak saya, ide-ide saya.

Setelah lulus, saya tidak mencari pekerjaan, saya ikut-ikutan teman-teman saya mencari pekerjaan, karena tidak enak diceramahi dan dicecoki oleh kata-kata malas. saya berencana untuk menikmati sedikit kebebasan saya dahulu. Saya melakukan apa yang tidak bisa saya lakukan dulu, pergi ke tempat yang belum pernah saya datangi, membayar hutang untuk keluarga saya, karena saya merasa saat-saat itulah saya harus peduli pada kelompok yang paling dekat di hati saya.

Pertengahan bulan ini, saya kembali "masuk penjara" yang bernama pekerjaan. Saya memilih pekerjaan ini karena saya ingin menjadi penulis, saya berpikir mungkin ini adalah pijakan awal saya untuk menjadi seorang penulis. Saya punya sedikit impian untuk menjadi penulis nantinya, semoga Yang Punya Hidup mengabulkan. Aamiin.

Sekarang saya sedang menjalani masa training, sungguh melelahkan pikiran dan tubuh saya, pergi pagi pulang malam. Tubuh dan pikiran saya tidak berhenti beraktivitas sampai saya kembali ke rumah, itupun saya harus membuat diary, tugas dari training sebagai reporter di Tribun Pekanbaru.

Saya adalah orang yang sangat tidak bisa jauh dari rumah berlama-lama, karena saya anak rumahan sejati,  ini terasa sangat berat untuk saya. Berada di luar rumah selama 12 jam lebih membuat beban tersendiri bagi saya. Selain pikiran dan tubuh saya, saya juga merasa intensitas bertemu dengan keluarga saya dirumah sangat sedikit sekali, saya pergi bekerja, bapak saya sudah pergi kerumah kakak saya, saat saya pulang, beliau sudah tidur. Saya hanya bertemu dan berbincang sesekali, seperlunya.

Saya merasa hari-hari belakangan seperti mimpi yang chaotic, tidak bisa dipercaya. Kekacauan berada dalam pikiran saya dan perasaan saya. Saya tidak bisa menolong perasaan saya sendiri, ya seperti sekarang, saya sedang kacau dalam pikiran dan perasaan saya. apakah saya bisa menjalutkan profesi ini kedepan? saya adalah yang mudah capek  introvert dan jarang sekali berinteraksi dengan orang, merecoki urusan orang dan peduli dengan urusan orang, profesi ini masih baru dan membuat saya agak kaget setengah mati.

Jika saya menyerah begitu saja, saya belum bisa melihat sisi dalamnya, saya masih di epidermis dalam dunia jurnalistik.

Ini sebuah dunia baru, pilihan baru saya, pilihan yang membentuk kebingungan baru, pilihan baru yang mesti dipilih. Ini seperti monster yang secara kontinu menggertakkan gigi, membikin ngilu di dada dan pening di kepala. Saya dipaksa membunuh satu moment demi kesempatan moment  lain, satu keinginan demi keinginan lain. Selama 9 hari ini, saya pembunuh berkeringat dingin.

Saat ini kepala saya berputar-putar, seperti menumpang roller-coaste dan my body is not delicious.

Comments

Popular posts from this blog

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Mencoba Menemukan Ketenangan di Tengah Riuhnya Kehidupan

Hidup itu seperti berada di atas papan selancar, terkadang ombaknya tenang, terkadang menggulung-gulung seperti monster raksasa. Dan jujur saja, dalam beberapa bulan terakhir, rasanya saya lebih sering terhempas ombak daripada berdiri gagah di atasnya. Cemas? Oh, cemas itu sudah seperti teman lama yang tak diundang datang setiap hari. Mood buruk? Rasanya seperti awan hitam yang terus menempel di kepala, bahkan saat cuaca cerah. Bayangkan saja, saya, yang dulu penuh semangat menjalani hari-hari, tiba-tiba merasa kehilangan minat pada hal-hal yang biasa saya cintai. Olahraga? Sudah seperti cinta lama yang tak berbalas. Buku? Seakan huruf-huruf di dalamnya berubah menjadi semut-semut yang berlarian tanpa arah. Bahkan serial drama Korea yang biasanya menjadi sahabat setia saat malam datang, kini hanya menjadi tontonan latar belakang saat pikiran saya melayang entah ke mana. Hidup saya, meskipun penuh potensi, kadang terasa seperti teka-teki tanpa petunjuk. Saya berusaha sebaik mungkin untu...

Hari-Hari yang Terasa Kosong Tapi Tetap Jalan

Sudah tiga hari gue ngerasa hampa. Rasanya kosong banget. Kemarin lusa, gue bahkan udah masuk kerja, kerja dengan serius, pengin cepat-cepat pulang, dan rasanya overwhelmed banget. Tapi entah kenapa, walau gue ngerasa kosong begini, gue tetap bangun. Gue tetap kerja. Tetap makan. Dan walau kecil, gue rasa itu butuh sebuah keberanian. Gue gak tahu kenapa. Tapi gue ngerasa kosong banget jadi manusia beberapa hari ini. Setiap kali kayak gini, gue selalu menghela napas panjang, mencoba nulis apa yang gue rasain. Kadang gue tulis kayak cerita, tapi malah bikin gue makin lesu. Gak tahu mau ngapain. Gue cuma pengin baring. Baca cerita-cerita gue yang udah gue tulis. Gue juga lagi gak sedih. Tapi juga gak bahagia. Gue bahkan gak pengen buka media sosial. Gak pengen lihat Instagram, TikTok, atau YouTube. Gue kayak kehilangan arah. Seperti gak punya tujuan. Hidup gue diem, tapi waktu jalan terus. Tadi malam sebelum tidur, gue coba bersih-bersih ka...