Skip to main content

Kisah Pemuda Riau yang Jaga Desa Bebas dari Api

Mengubah pola pikir masyarakat untuk tidak lagi membuka lahan dengan cara membakar tidaklah mudah. Perlu kesabaran dan ketekunan untuk mengedukasi jika membuka lahan dengan bakar itu berbahaya

Seperti kisah seorang pemuda dari Desa Teluk Binjai, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Zuriadi (32) buktinya.  Sebagai Crew Leader atau koordinator penggerak dalam penanggulangan kebakaran di desa melalui Program Desa Bebas Api atau Fire Free Village Program, Zuriadi setiap hari mendatangi berbagai lapisan masyarakat di desanya untuk memberikan penjelasan apa yang harus dilakukan masyarakat untuk menjaga lahannya.

Ia mengatakan sosialisasi yang ia lakukan tidaklah sekali dua kali, tetapi berulang-ulang agar masyarakat paham membakar lahan itu tidak baik untuk kesehatan dan menggangu kegiatan sehari-hari mereka. Berbagai penolakan saat sosialisasi pun ia dapatkan. Beberapa masyarakat ada yang menolak dengan mengatakan sejak dulu mereka membuka lahan dengan membakar, sehingga tidak perlu adanya sosialisasi ini.

“Memang penolakan saya temui di awal-awal saya menjadi Crew Leader di tahun 2015 lalu. Saya mengakui sulit mengubah pola pikir masyarakat, tapi saya tidak mau menyerah begitu saja, berbagai cara saya lakukan seperti sosialisasi dengan menggunakan pendekatan personal, setiap acara desa atau pengajian di desa. 

Berbagai kesempatan saya manfaatkan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat. Pokoknya saya selalu sosialisasikan kalau ada kesempatan, di kedai kopi, lahan pun saya sosialisasikan. Kami juga setiap dua hari sekali patroli untuk melihat apakah ada lahan yang terbakar, jaga-jaga kalau ada biar dipadamkan segera,” ujarnya.

Lama kelamaan masyarakat menjadi paham membuka lahan dengan cara bakar tidaklah benar. Saat ini mereka membuka lahan tidak lagi dengan membakar tetapi menggunakan cara manual seperti parang, cangkul dan alat-alat pertanian lainnya. Hal ini membuat Desa Teluk Binjai pada tahun 2016 mendapatkan reward sebesar Rp 100 juta yang digunakan untuk infrastruktur di desa berupa semenisasi jalan desa.

Lain lagi dengan Ihsan (31), Crew Leader asal  Desa Langgam, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan. Saat mengedukasi masyarakat ke rumah-rumah, ia pernah diusir menggunakan parang. Ia menceritakan masyarakat menganggap hal yang dilakukan Ihsan tidaklah penting. Penjelasan tentang membuka lahan menurut mereka tidaklah penting.

“Ya itu resiko kami, agar masyarakat tidak membuka lahan dengan membakar lagi. Saya terus bilang ke mereka kalau apa yang ia berikan agar desa mereka tidak berasap dan aktivitas masyarakat tidak terganggu. Alhamdulillah, perlahan mereka mengerti,” ujarnya.

Manajer Program Desa Bebas Api, Sailal Arimi mengatakan program ini terfokus pada pencegahan membuka lahan dengan bakar. Perusahaan juga menyediakan reward dalam bentuk infrastruktur bagi desa yang berhasil menjaga lingkungannya dari kebakaran lahan.

"Bagi desa yang berhasil menjaga wilayahnya tidak terbakar akan memperoleh reward Rp 100 juta dalam bentuk infrastruktur seperti pembuatan jembatan, sumur bor dan lainnya. Adanya reward dalam bentuk infrastruktur dapat membantu mengembangkan potensi yang ada di desa," tuturnya.

Tahun 2016, program Desa Bebas Api yang merupakan inisiatif dari PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), atau APRIL group, kata Sailal telah membantu masyarakat 18 desa yang merupakan peserta program membuka lahan pertanian dengan menggunakan teknologi pertanian secara mekanis dan manual.  

Comments

Popular posts from this blog

Hari-Hari yang Terasa Kosong Tapi Tetap Jalan

Sudah tiga hari gue ngerasa hampa. Rasanya kosong banget. Kemarin lusa, gue bahkan udah masuk kerja, kerja dengan serius, pengin cepat-cepat pulang, dan rasanya overwhelmed banget. Tapi entah kenapa, walau gue ngerasa kosong begini, gue tetap bangun. Gue tetap kerja. Tetap makan. Dan walau kecil, gue rasa itu butuh sebuah keberanian. Gue gak tahu kenapa. Tapi gue ngerasa kosong banget jadi manusia beberapa hari ini. Setiap kali kayak gini, gue selalu menghela napas panjang, mencoba nulis apa yang gue rasain. Kadang gue tulis kayak cerita, tapi malah bikin gue makin lesu. Gak tahu mau ngapain. Gue cuma pengin baring. Baca cerita-cerita gue yang udah gue tulis. Gue juga lagi gak sedih. Tapi juga gak bahagia. Gue bahkan gak pengen buka media sosial. Gak pengen lihat Instagram, TikTok, atau YouTube. Gue kayak kehilangan arah. Seperti gak punya tujuan. Hidup gue diem, tapi waktu jalan terus. Tadi malam sebelum tidur, gue coba bersih-bersih ka...

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Mencoba Menemukan Ketenangan di Tengah Riuhnya Kehidupan

Hidup itu seperti berada di atas papan selancar, terkadang ombaknya tenang, terkadang menggulung-gulung seperti monster raksasa. Dan jujur saja, dalam beberapa bulan terakhir, rasanya saya lebih sering terhempas ombak daripada berdiri gagah di atasnya. Cemas? Oh, cemas itu sudah seperti teman lama yang tak diundang datang setiap hari. Mood buruk? Rasanya seperti awan hitam yang terus menempel di kepala, bahkan saat cuaca cerah. Bayangkan saja, saya, yang dulu penuh semangat menjalani hari-hari, tiba-tiba merasa kehilangan minat pada hal-hal yang biasa saya cintai. Olahraga? Sudah seperti cinta lama yang tak berbalas. Buku? Seakan huruf-huruf di dalamnya berubah menjadi semut-semut yang berlarian tanpa arah. Bahkan serial drama Korea yang biasanya menjadi sahabat setia saat malam datang, kini hanya menjadi tontonan latar belakang saat pikiran saya melayang entah ke mana. Hidup saya, meskipun penuh potensi, kadang terasa seperti teka-teki tanpa petunjuk. Saya berusaha sebaik mungkin untu...