Skip to main content

Pilpres Dan Media

Indonesia sebagai Negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, baru saja memilih presiden lansung yang ketiga kalinya di 9 Juli 2014 lalu.  Dalam sebulan ini, banyak hal-hal yang memalukan di negeri ini menjelang pemilihan presiden Indonesia ke 7. Pilpres ini membuat masyarakat terpecah belah, apalagi jika kita melihat di media sosial, kalimat-kalimat yang tak semestinya dikeluarkan oleh setiap pendukung-pendukung capres, sopan santun tidak dibutuhkan lagi. Sebulan penuh mereka menuliskan, memberitakan, menginformasikan hal-hal negatif dari masing-masing capres yang mereka dapatkan dari media-media konvensional  yang sekarang tak lagi independen


Mereka saling serang sesama pendukung masing-masing capres, menjadi fanatikseperti sangat mencintai jagoan mereka masing-masing, merasa tahu tentang sejarah hidup capres masing-masing, padahal mereka hanya tahu dari suapan berita-berita media yang tak berimbang dan subyektif.  Bagus memang, masyarakat sekarang banyak peduli dengan pemilihan presiden sekarang. Tetapi sangat disayang, mengesampingkan fakta dan kebenaran, asal menyimpulkan, mengeluarkan kata-kata yang kadang tak pantas didengar, termakan berita media pendukung capres-capres.



Dan sangat disayangkan lagi, media atau pers yang seharusnya independen malah ikut serta untuk mendukung capres jagoan mereka masing-masing. Yang satu memberitakan capres ini, yang satu capres itu. Tidak ada yang benar-benar independen. Padahal  independen pers sangat diperlukan sebagai dasar sikap kemerdekaan berita dan penyampaian secara objektif. Media mempunyai peranan penting dalam membangun kepercayaan, kredibilitas, bahkan melegitimasi pemerintah. Opini publik tergantung tergantung pada pemberitaan pers

Para pemilik media-media konvensional ini sudah masuk ke ranah politik. Seperti kita tahu, politik itu mempunyai tujuan untuk kepentingan. Tentunya setiap pemilik media pers ini, punya kepentingan masing-masing yang kita tidak tahu yang sebenarnya, baik untuk kelompoknya atau pribadi. Mereka terlihat seperti akan haus posisi, haus kekuasaan. Dampak media ini sangat dahsyat, sampai ujung gunung, apalagi dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Mereka seenaknya menggunakan frekuensi publik untuk memberitakan partai-partai mereka.

Baru-baru ini juga terdapat banyak lembaga survey yang memihak dari masing-maing capres, dan kemudian saling mengklaim mereka menang, padahal hasil yang sebenarnya akan di keluarkan KPU pada tanggal 22 Juli mendatang. Dan masih tetap sama, kebisingan pendukung masing-masing masih terdengar.

Pemilihan presiden kali ini memang mempunyai euforia yang tidak pernah ada sebelumnya, kita bebas mengeluarkan pendapat dan kritik, tetapi harus tetap menjaga etika dan kesopanan dalam menyampaikan.

Comments

Popular posts from this blog

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Sekilas Sosiologi Kesehatan

Sosiolog belajar semuanya, termasuk tentang kesehatan. Tapi tentu dalam kacamata sosial. SAKIT dalam definisi medis adalah adanya gangguan secara biologis terhadap tubuh. Sedangkan secara sosiologis, sakit itu ketika kamu gak bisa jalanin peran dan fungsi secara optimal di masyarakat. Penyakit sekarang lebih bersifat degeneratif. Penyakit muncul karena kurangnya kesadaran akan pola hidup sehat (terbukti pada penelitian kami, sosiologi angkatan 2010 di Siak pada Juni 2012). Lima faktor gaya hidup yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas di Indonesia, seperti perilaku merokok, perilaku seks, pola makan, okupasi, dan yang terakhir mobilitas. Ada beberapa istilah dalam sosiologi kesehatan. Iatrogenesis Klinis. Penyakit klinis yang muncul dari sebuah penanganan medis, contohnya ketika jarum ketinggalan di ketiak pasien saat operasi.  Iatrogenesis Sosial. Penyakit sosial muncul dari sebuah penanganan medis, contohnya pasien hilang dirumah sakit.  Medikalis...

Pursue My Dream

Hari ini, saya menulis postingan pertama saya di tahun 2024. Akhir-akhir ini, saya merasakan sering kali malas untuk menulis, baik di blog maupun di catatan saya. Itu mungkin bisa disebut sebagai fase-fase malas. Ironisnya, saya sering merasakan kecemasan dan kekhawatiran yang tidak terlalu penting, tetapi mengganggu pikiran saya. Saat ini, saya duduk sendirian di sebuah tempat dengan laptop di depan saya. Awalnya, saya hanya berniat untuk bekerja dan mencari tahu tentang kisi-kisi ujian masuk S2. Ada beberapa tugas yang tertunda hari ini yang ingin saya selesaikan. Saya menikmati kesendirian ini, tanpa gangguan dari orang lain. Selain itu, saya ingin menyegarkan kembali pengetahuan saya untuk persiapan ujian masuk S2 besok. Karena ujian ini dilaksanakan secara online, saya sedang mencari informasi tentang bagaimana ujian tersebut akan berlangsung. Sebelumnya, saya sudah pernah mengikuti ujian S2 pada tahun 2020 di Universitas Indonesia, tetapi saya gagal karena kurangnya persiapan. Se...