Monday, November 30, 2020
Friday, September 11, 2020
Work Life Integration
Friday, August 21, 2020
Lakukan Ini Setiap Hari Bersama Pacar
Kita pun gak pernah diajarin bagaimana cara mencintai. Membangun persahabatan, pacaran, menikah, punya anak. Dengan harapan kita semua tahu bagaimana mencintai. Tapi, pada kenyataannya kita sering menyakiti dan gak menghormati orang yang kita cintai, seperti menyalahkan teman yang menghabiskan waktu kita, membaca pesan Whatsapp pacar atau mempermalukan seseorang di depan umum. Mungkin kita berada hubungan yang sehat atau gak sehat. Ya, benar, itu merupakan bagian dari menjadi manusia.
Hampir semua orang memulai suatu hubungan dengan perasaan yang menyenangkan dan menggembirakan. Kasih sayang dan emosi. Biasanya setiap hubungan yang baru membuat kita sering menghabiskan waktu bersama, mudah melewatkan banyak hal. Diri merasa sangat beruntung, seperti ketimpa duit Rp 1 M. Mengucapkan kata I love you lebih cepat, sering chattingan, sering telponan. Bahkan kita gak sabar ketika dia merespon dengan lambat.
Apakah kita merasa terkekang? Apakah kamu merasa hidupmu jauh dari keluarga, teman, atau sahabatmu karena hubunganmu dengan pacar? Berarti kamu Bucin.
Mungkin dari semua ini kita belajar bahwa bukanlah bagaimana suatu hubungan dimulai, melainkan bagaimana ia berkembang. Awal hubungan baru, please perhatikan perasaan kita. Apakah kita terlalu cepat suka, terlalu cepat mencintai? Apakah kita memiliki ruang untuk bernapas?
Pada suatu masa, kita pernah cemburu. Tapi, ada yang kadar cemburuannya ektrim. Pacar kita menjadi lebih penuntut, harus mengabari kita dengan siapa sepanjang waktu, mengikuti kita kemana saja, offline maupun online. Posesif dan gak percayaan ! Kamu dituduh menggoda orang lain, selingkuh dan menolak penjelasan kita ketika kita memberi tahu mereka kalau mereka gak perlu khawatir. Harusnya gak gini sih.
Dalam hubungan yang tidak sehat, kata-kata digunakan sebagai senjata. Obrolan yang dulunya menyenangkan, ringan, berubah menjadi kejam dan memalukan. Pertengkaran yang penuh air mata dan bikin frustasi, kata-kata makian dan menyakitkan setelah itu diikuti permintaan maaf dan janji bahwa itu tidak terulang lagi. Pada titik ini kadang kita seperti berada di roller coaster sehingga kita tidak menyadari betapa gak sehat dan berbahayanya hubungan itu.
Kalau teman saya bilang “Semua itu bisa diubah, asal keduanya mau berubah”. Caranya dengan berkomunikasi dengan baik, terbuka, saling menghormati, sabar dan itu bisa kita lakukan setiap hari.
Thursday, August 6, 2020
Cara Belanja Gen Z
Beberapa waktu belakangan, saya mendownload TikTok untuk menghapus dahaga penasaran saya terhadap platform yang katanya banyak dibenci oleh generasi saya, generasi Z. Awalnya, saya memang kurang tertarik bermain TikTok yang 'katanya' berisikan prang berjoget-joget. Namun, ternyata anggapan itu tidak benar, paling benar ! Tapi, tergantung awalnya kita interest kemana dan di timeline kita akan muncul video-video yang kita sukai.
Nah, di timeline saya yang tidak banyak orang joget-joget, ternyata banyak anak usia sekolah, kuliah, ya bisa dibilang generasi Z sering posting barang yang mereka beli. Ternyata setelah saya perhatikan, ada perbedaan dengan generasi saya, sebagai generasi millenial dalam berbelanja.
Adanya pergeseran nilai. Mereka lebih terfokus pada nilai. mereka melihat suatu produk tersebut dan benar-benar memahami siapa pembuatnya, bahan bakunya berasal darimana, apa misi dari produk tersebut dan hal-hal lainnya. Ya, sepertinya mereka melakukan sesuatu lebih jauh dan mempercepat sebuah trend.
Mereka mau mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk membeli barang-barang yang sustainable agar nantinya mereka tidak merasa bersalah saat menggunakannya. Mereka lebih memperhatikan nilai-nilai sosial, status dan sebagainya.
Mereka sepertinya tidak menganggap kemewahan dari brand yang ditempel di tas, kemeja, sepatu sebagai identitas mereka. Mereka benar-benar ingin menjadi unik, menjadi berbeda. Bahkan, jika sesuatu barang itu mahal, mereka akan tetap mau membelinya. Mereka ingin jadi diri sendiri dan mereka nyaman.
Kalau dulu mungkin tidak banyak pilihan. Sekarang sudah banyak, jadi mereka bisa memilih yang sesuai dengan apa yang mereka cari dan yang mereka inginkan. Ditambah dengan media sosial secara keseluruhan sebagai platfrom yang sangat pas untuk mengiklankan suatu produk.
Selebriti aja sekarang sepertinya kurang dipercaya oleh Gen Z ini. Kenapa? saya melihat saat ini banyak suatu brand yang suka meng-endorse barang ke mikro influencer. Mereka memposting suatu produk dan saling berkomentar satu sama lain sehingga menciptakan dialog yang kolaboratif agar produk ini dapat dipercaya oleh Gen Z ini. Ada lagi yang menggunakan jasa influencer, jika influencer satu pake ini, mereka akan beli.
Konsep pemasaran telah berubah. Generasi X mereka lihat sebuah iklan produk di televisi dan saat iklan itu muncul, ada kebahagiaan yang muncul. Generasi Y mengkombinasikan dari televisi dan pendapat dari orang sekitarnya. Kalau Gen Z lebih memfilter. Mereka mendengarkan pendapat orang lain, dan melihat banyak di social media. Jika itu memberikan pengaruh dan sejalan dengan mereka. mereka akan pakai.
Huh.
Padahal emang sih, kalau di pikir-pikir, kebanyakan barang mahal itu nyaman.
Sunday, July 12, 2020
Half A Year in 2020
Friday, May 22, 2020
Fleksibel, Gesit, Inovatif, Penghematan
pic from Pinterest |
Kita mulai terbiasa bekerja secara digital dan mengoptimalkan teknologi terkini. Sistem bekerja seperti ini membuat interaksi fisik kita banyak berkurang dan digantikan dengan interaksi secara digital. Mau tidak mau, kita harus mempunyai dan meningkatkan kemampuan menggunakan digital.
Thursday, April 16, 2020
Be A Volunteer to Shanghai, Cina
Dari kiri ke kanan : Bang Yosea, Bang Fembiarta dan saya saat sebelum kebrangkatan di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Senin (13/04/20) |
Saat itu saya berada di Pangkalan Kerinci, operasional PT RAPP tempat saya bekerja dan belajar empat tahun belakangan. Lalu, saya mempersiapkan kebutuhan pribadi untuk dibawa pada misi ini. Tidak terlalu banyak. Saya langsung mengabari keluarga, sempat ada kekhawatiran. Tapi saya berusaha meyakinkan bahwa ini penting dan saya akan selalu waspada saat perjalanan nanti. Mereka pun mendukung misi saya. Kakak saya berkata "Semoga ini menjadi amal jariyah kamu".
Tim Relawan tengah mengangkut bantuan APD di Bandara Pudong, Shanghai, Tiongkok |
Tim relawan mulai menyusun satu per satu bantuan APD pada cabin dan bangku-bangku pesawat |
Bantuan selesai diletakaan di posisinya. Kami siap menuju Jakarta, Indonesia. |
Tak sampai empat jam, barang bantuan selesai disusun di dalam pesawat. Mereka menggunakan jaring agar bantuan APD ini tidak bergerak dan tetap berada pada posisinya serta tidak rusak. Setelah itu, kami pun menanggalkan pakaian APD ini dan mengumpulkannya ke dalam plastik untuk dibuang. Tim relawan totalitas dalam bekerja, termasuk Crew Garuda Indonesia, mereka juga total dalam memimpin penerbangan ini dan memastikan tim kami dan semua relawan mendapatkan pelayanan yang layak selama penerbangan. Semoga terus diberikan kesehatan dan keberkahan.
Tim relawan kelelahan usai mengangkut bantuan APD |
Dukungan sang Captain Pilot pada penerbangan misi kemanusiaan untuk para petugas media kita. |
Kalau saja saya memilih untuk rebahan sehari, saya tidak akan membuat perubahan akan stok APD yang jumlahnya tinggal tak seberapa.
Apa lagi yang saya punya, sebagai manusia kalau bukan rasa kemanusiaan, kepedulian, dan membantu sesama.
Pengalaman yang sangat luar biasa, walau terselip sedikit getirnya, tapi support dukungan tim dan teman-teman terkasih semua, jadi energi yang luar biasa.
Semoga Tuhan mampukan kita melewati ini semua.