Sunday, August 5, 2018

Be Grateful

Harus bersyukur.
Itu yang selalu saya katakan dalam hati ketika saya sedang dalam kondisi yang tidak baik dan ingin mengeluh, terutama dalam pekerjaan"kenapa harus saya?' kok harus begini? coba saja begini" dan bla..bla.. blaa.

Harus bersyukur.
Jika suatu tugas yang bukan jobdesk kita diberikan. Anggap saja belajar hal baru. 
Harus bersyukur.
Ketika ada orang-orang yang memberi tahu sesuatu yang salah dan setengah-setengah. Berarti saya diberikan kesempatan untuk belajar hal yang benar. Saya tahu prosesnya.

Tapi, ada suatu waktu saya membaca sebuah tulisan yang kira-kira isinya begini
"Menyelesaikan pekerjaan yang bukan jobdesc mu, bukannya kamu terlihat bagus, kamu hanya nampak seperti pesuruh tak lebih dari sekedar bawahan yang tidak punya nilai,"

Kemudian saya berpikir. Ah, itu hanya sebuah kalimat yang membuat saya berpikir negatif. Apalagi, saya berusaha ingin menjauh dari keadaan negatif beserta orang-orang negatif dari hidup. Agar saya bisa tenang, tidak stress.

Sorry menyampah di blog.
Share:

Thursday, July 19, 2018

Cara Menarik Perhatian Semesta di Instagram

Kepo is care
Care is love
Love is You

Hahahhaha 
Mungkin sebagian besar orang menggunakan instagram untuk nge-po-in orang lain. Atau mungkin juga ada curahan hati yang tak dapat ditampung lagi. Tanggal 17 dan 18 Juli 2018 kemarin, saya dan teman-teman dari APRIL (PT RAPP) diberikan kesempatan untuk menggali lebih dalam tentang Instagram di tahun 2018 ini. Acara ini diisi oleh FELLEXANDRO RUBY atau Captain Ruby. Seorang yang menurut saya bisa dibilang digitalpreneur. Bagaimana cara menambah followers, komentar, jempol, jadi viral dan menarik perhatian semesta di Instagram ?

Here We go

1.Feed Kamu
Konsistensi adalah kunci. Ini berlaku untuk apa pun di dunia blogging. Hal pertama yang saya lihat ketika saya mengunjungi Instagram seseorang adalah feed mereka. Jika tidak menyenangkan secara estetis, saya mungkin tidak akan lama berada di halaman, dan saya pasti tidak akan memfollownya. Ini mungkin terdengar kasar, tetapi itu kenyataan. Kualitas diatas kuantitas. Pastikan kamu tetap konsisten dengan pencahayaan. Misalnya, jangan memotret menantang matahari sehingga gambar kelihatan gelap.




2. Algoritma
Algoritme telah banyak berubah sehingga kebanyakan dari kita hampir tidak dapat mengikuti, Saat kamu nge-post, Instagram hanya akan membagikannya dengan 10% followers. SEPULUH PERSEN. Inilah mengapa engagement  menurun secara signifikan sejak tahun lalu. Jika kamu telah melihat penurunan yang signifikan, jangan khawatir, kamu tidak sendirian. Jadi setelah Instagram menunjukkan postingan kamu kepada 10% Followers, dan kinerjanya bagus (nge-tag, nge-like, comment), maka Instagram akan menunjukkannya kepada 90% lainnya dari Followers. 

3. Engagement
Engage dengan Followers di postinganmu! Jika seseorang bertanya, tanggapi! Instagram adalah KOMUNITAS. Komentar dengan kurang dari 4 kata, atau hanya emoji tidak lagi dianggap sebagai engage. Buat koneksi, jadi penting untuk menanggapi pesan dan komentar, jika kamu ingin terus tumbuh di Instagram.Bahkan hanya dengan "mengetuk" sedikit "love" di samping komentar akan dihitung sebagai engagement. 

4. Jangan Beli Followers
Berbicara tentang beli followers, sebagian besar ‘fake’ followers ini adalah boot dan akun yang tidak aktif. Kamu boleh membeli pengikut sebanyak yang kamu inginkan untuk meningkatkan jumlah followersmu, tapi percayalah, kamu tidak membodohi siapa pun. 

5. Manfaatkan Fitur
Manfaatkanlah fitur-fitur di Instagram. Ketika kamu posting di IG baru, pastikan kamu memposting di Story-mu. Inilah mengapa kamu kerap melihat orang-irang nge-post story baru dengan feed mereka. Cara ini akan memberi tahu orang jika anda punya postingan baru. Pastikan penggunaan Hashtag, tag, dan lokasi. 

6. Posting yang Kamu Banget
Postingan ini adalah untuk ciri khas kamu. Jadi kamu punya branding sendiri. 

Kira-kira begitu yang saya tangkap kegiatan kemarin. Kalau ada yang tertinggal, bisa share di kolom komentar di bawah.

#lifeatAPRIL is FUN
Share:

Wednesday, June 20, 2018

The World Doesn't Care About You

Kalimat yang menakutkan "Tidak ada yang peduli denganku". Seperti yang dikatakan David Foster Wallace, “Kamu akan berhenti mengkhawatirkan apa yang orang lain pikirkan tentang kamu ketika kamu menyadari betapa jarangnya mereka melakukannya,".

Semua yang kita lakukan, suatu hari akan terlupakan. Akan menjadikan kita seolah-olah tidak pernah ada, meskipun kita melakukannya. Tidak akan ada yang peduli. Sama seperti sekarang, hampir tidak ada yang peduli apa yang sebenarnya kita katakan atau lakukan dengan hidup kita sendiri.

Ini sebenarnya sangat bagus. Ini berarti kita bisa lolos dengan 'a lot of stupid shit' dan orang-orang akan lupa. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak menjadi orang kita kita inginkan.
The pain of un-inhibiting yourself will be fleeting and the reward will last a lifetime.

Share:

Friday, April 13, 2018

Fakta Millenials Saat Ini

Beberapa hari lalu, saya membuka youtube dan secara tidak sengaja menemukan  video Simon Sinek berbicara tentang millenials. Silahkan di menonton video singkat dibawah ini.



Dalam video diatas, Simon mengatakan millenials itu adalah orang-orang yang terlahir dibawah tahun 1984. Mereka dicap narsis, tidak fokus, dan malas. Namun mereka ingin memiliki hal-hal yang besar.

Di dunia kerja, mereka ingin membuat 'something' dan selalu saja tidak bahagia dengan pekerjaan mereka. 

Ditambah, millenials tumbuh dengan facebook dan instagram dengan berbagai pilihan filter. Dengan kata lain, platform tersebut dapat memberitahu kepada dunia bahwa hidup itu luar biasa walaupun saat itu, kita dalam keadaan tertekan. Postingan di media sosial membuat mereka terkesan tangguh, merasa tahu tetapi sebenarnya tidak tahu. 

Tahun 2012 penelian Harvard University memaparkan postingan tentang diri sendiri ke media sosial mengaktifkan sensasi kesenangan di otak yang biasanya dikaitkan dengan makanan, uang, dan seks. Kemudian menunggu berapa orang yang like. Namun, jika sedikit yang like, millenials berpikir apakah ada yang salah, mengapa mereka tidak menyukainya atau followersku tidak suka ku lagi.

Dan hobi memposting sesuatu tentang diri kita di media sosial ini disebut dopamine. seperti bahan kimia yang sama persis yang membuat kita merasa nyaman ketika kita merokok, ketika kita minum alkohol dan ketika kita berjudi. Dengan kata lain, itu sangat, sangat adiktif.

Kita memiliki batasan usia untuk merokok, berjudi bahkan minum alkohol, tapi kita tidak memiliki batasan usia untuk bermain media sosial dan smartphone.

Jadi ketika stres mulai muncul dalam hidup,millenial tidak mencari seseorang, mereka beralih ke perangkat, mereka beralih ke media sosial, mereka beralih ke hal-hal yang menawarkan bantuan sementara.

Kita tahu bahwa orang-orang yang menghabiskan lebih banyak waktu di Facebook menderita tingkat depresi yang lebih tinggi daripada orang-orang yang menghabiskan lebih sedikit waktu di Facebook. Media sosial ini seperti candu. Kita harus menyeimbangkannya.
Tidak memegang smartphone merasa cemas, itu berarti sudah kecanduan. Jika bangun pagi tidak mengucapkan selamat pagi kepada orang terdekat, tetapi malah mengambil smartphone, itu berarti itu sudah kecanduan. Dan seperti semua kecanduan, pada waktunya, itu akan menghancurkan hubungan, akan menghabiskan waktu, akan menghabiskan biaya dan itu akan membuat hidup lebih buruk.

Simon Sinek said :
Find a better balance between life and technology because quite frankly it’s the right thing to do

Saya sebagai generasi millenials merasa tertampar dengan video dari Simon Sinek itu. Melihat video tersebut merasa harus intropeksi diri.

Share:

Wednesday, April 4, 2018

Melawan Hoax

Derasnya informasi saat ini membuat kita kehilangan kemampuan untuk membedakan mana berita yang benar dan bohong (Hoax). Tidak jarang, Hoax yang diciptakan, disebarkan untuk memunculkan persepsi dan kesimpulan yang salah sehingga menghasilkan sikap, perilaku dan tindakan yang salah.

Saat ini Hoax telah menjadi industri karena menjanjikan secara ekonomi. Tidak jarang, informasi Hoax sendiri bertujuan untuk menjatuhkan kepercayaan (menimbulkan kebencian) terhadap suatu ha, bahkan bisa mengeruk keuntungan. 

Bentuk informasi Hoax
  • Tulisan atau artikel
  • gambar
  • Video

Penyebaran informasi Hoax
  • Broadcast chat-group
  • Social Media
  • Web/Portal

Saring sebelum Sharing
  • Jangan asal cepat sebar berita
  • Jangan merasa paling up-date sementara berita dan info yang kita sebar hanya kelas 'sampah' atau mungkin juga hoax
  • Pilih yang paling berfaedah bagi kita maupun orang lain.


Bagaimana Melawan Hoax?
  • merawat akal sehat
  • selalu memverfikasi, cek dan ricek
  • Tahan jempol (saring sebelum sharing)
  • Bijak menggunakan media sosial, termasuk Whatsapp (jangan asal sebar informasi yang mengakibatkan berbagai pihak dirugikan)

from google.com


Share:

Friday, March 30, 2018

Internet Addict

Sudah lama tidak menulis di blog ini. Belakangan kebiasaan lama seperti membaca buku dan menulis di blog jarang sekali saya laksanakan. Hasrat untuk melakukan kedua hal tersebut semacam pergi dari jiwa saya. Padahal, banyak buku yang belum saya selesaikan, diantaranya Kafka on The Shore, IQ84- nya Haruki Murakami, Antalogi Rasa- Ika Natasa, dan Ubur-ubur Lembur- Raditya Dika dan ada beberapa buku dari Desi Anwar juga belum selesai. Bahkan, beberapa buku tersebut saya lupa meletakkan dimana.

Kacau sekali.

Well, dua tahun belakangan tidak ada hal-hal baru yang saya lakukan. Malahan, saya seperti menjadi internet addict. Sekarang saya tidak bisa hidup tanpa smartphone. Tak ada signal internet kadang membuat saya cemas dan senang (you know what I mean). Waktu saya habis akan internet. Melihat pesan di Grup Whatsapp yang terkadang tak penting, tak pula saya merespon, melihat insta-story rekan-rekan terkasih, nonton konser di youtube. Saya merasa berlebihan menggunakan internet, saya menjadi candu.
We are good showing people that life is amazing. Even though we're depressed, right?
We're growing up in a Facebook and Instagram world 
Belakangan saya sering lupa, bahkan lupa terhadap suatu hal yang baru saja saya kerjakan atau sesuatu yang dikatakan orang lain.  Saya pernah baca di suatu website berita, tirto.id tentang short term-memory loss. 
Seorang psikolog klinis dari Dimensions Centre, Hong Kong, Dr. Joyce Chao menyatakan bahwa penggunaan internet secara berlebihan bisa berimbas pada kemampuan mengingat jangka pendek, konsentrasi, dan rentang perhatian seseorang.

“Gawai kita—dan konten yang ditampilkan di dalamnya—didesain untuk membikin candu, jadi tidak mengejutkan bila hal ini membuat kita begitu terikat…Khususnya bila kita menyalakan notifikasi dan kita terbiasa mengecek media sosial, berita-berita, dan hal-hal sejenisnya. Orang-orang juga berharap kita membalas pesan sesegera mungkin, sehingga ketika kita tidak dapat melakukannya dengan alasan apa pun, kecemasan menghampiri dan ini berpengaruh terhadap mood serta konsentrasi kita,” kata Chao.

From tirto.id
Setelah tahu hal tersebut, saya menjadi khawatir ketika suatu hari saya lupa ingatan. haha.

Membaca itu membuat saya khawatir. Akhirnya saya sedikit demi sedikit mengubah kebiasaan saya seperti jarang update status di media sosial, menyempatkan berolahraga setelah pulang kantor atau bermain gitar di kamar. Saya mencoba untuk tidak khawatir ketika ada pesan masuk. Tidak mudah memang, namun harus dipaksakan.
Share:

Sunday, December 24, 2017

Racauan Akhir Tahun

Wuuuuuuz.
2017 terasa begitu cepat. Sampai saya tak menyadarinya. Berjalan begitu saja.

2017.
Tahun pertama tanpa kedua orangtua saya. 9 tahun tanpa Ibu, 1 setengah tahun tanpa Abah. Beliau ini seperti injeksi penyemangat saya.

Ibu saya misalnya, disiplin dan ontime. Selalu ada target dalam mengerjakan sesuatu dan pastinya jika mencapai target, selalu ada apresiasi. Selalu menyediakan yang saya butuhkan, bahkan disaat saya tidak meminta. Bagi beliau, liburan itu perlu untuk meregangkan saraf-saraf yang keriting. Gunung dan sawah adalah destinasi favoritnya. Krisdayanti adalah penyanyi favorit beliau. Selalu menonton Krisdayanti di televisi tanpa melewatkannya sedikitpun. Jantung melemahkan hari-hari beliau yang selalu bersemangat. Bolak-balik rumah sakit jadi rutinitas selama 6 bulan hingga akhirnya beliau menyerah ketika subuh 6 Januari 2007. Saya sempat down setelah kepergian beliau. Waktu itu 2 bulan menjelang UN saya tidak fokus belajar dan hanya bermain game. Kemudian akhirnya saya tidak lulus di SMA idaman. Tapi tidak apa-apa, 6 bulan sekolah di Gonz sedikit demi sedikit mengembalikan keceriaan saya. Menjadi manusia susila terpelajar. Sesuai Mars nya.

Abah. Wiserman, seperti namanya, pria bijaksana. Setelah Ibu pergi, saya adalah roommate beliau. Selalu berusaha menjadi ibu sekaligus bapak. Santai dan menolak tua. Mau belajar dengan cara apapun, terserah yang penting hasilnya bagus. Kalau lagi malas ya udah gak usah sekolah atau kuliah, tapi harus bertanggung jawab dengan nilai. Suka nonton hockey, baseball, basket dan tentu saja, acara reality show Korea. Hobi menelpon anaknya, apalagi ketika saya merantau, setiap subuh beliau membangunkan saya melalui telpon, selalu menjemput saya di perhentian bus, kemudian kami bersenang-senang menikmati weekend. Mei 2016 beliau sudah jadi penghuni tetap rumah sakit. Tanggal 28 Juni 2016 sebuah kabar menabrak saya kalau beliau anfal dan saya pun langsung pulang dari kantor menuju rumah. Ketika sampai dirumah sakit, nafas Abah hanya tinggal satu-satu. Hanya 5 menit ketika saya sampai, beliau langsung pergi tidur dengan tenang saat adzan magrib h-4 Idul Fitri. Ternyata beliau hanya ingin menunggu saya. Sampai sekarang saya masih menyesal dan merasa bersalah tidak pulang di minggu terakhir karena harus kerja keluar kota. Salah besar memang.

Sekarang, pulang ke rumah dengan rasa yang beda. Tidak dikamar yang sama, menghabiskan weekend bukan ditempat yang sama saat bersama Abah. Hanya tidak ingin bersedih terlalu dalam.

2017.
Saya baru sadar, tahun ini saya tidak membeli buku. Tidak pula membaca buku yang ada. Padahal, masih ada buku yang belum selesai saya baca, IQ84, Dunia Kafka milik Haruki Murakami dan Kegilaan Peradaban Michel Foulcaut. Entah apa yang membuat saya kehilangan gairah membaca buku.

2017.
Tahun dimana saya jarang sekali menulis di blog. Keinginan menulis itu selalu ada, namun tidak bisa. Saya menuduh rutinitas menumpulkan otak saya. Saya memikirkan dua hal yang menyebabkan ketumpulan itu. Otak dan pikiran saya telah habis dimakan rutinitas. Bukan karena sering dipakai, justru karena tak pernah digunakan. Rutinitas dan kesibukan menumpulkan pikiran dengan cara yang yang saya tak tahu bagaimana.

2017.
Saya kembali menyalakan Playstation. Bukan tanpa alasan, Playstation mungkin alat penipuan diri bagi saya. Untuk menghilangkan 'hal-hal yang menyakitkan dalam hidup atau mengusir dementor'.

2017.
Dulu bareng-bareng siapa sih?. Ternyata semuanya sudah selesai.

2017 berlalu begitu saja. Menengguk kapitalisme. Karena kapitalisme selalu menang.
Share: